Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saham Emiten Emas Panas Dingin, Analis: Hati-Hati Beli di Pucuk

Di tengah tren bullish emas global, investor perlu cermat menemukan momentum yang tepat untuk masuk ke saham-saham berbasis emas.
Seorang karyawan memamerkan emas batangan seberat satu kilogram untuk difoto di toko Tanaka Holdings Co. di Tokyo, Jepang. Bloomberg/Akio Kon
Seorang karyawan memamerkan emas batangan seberat satu kilogram untuk difoto di toko Tanaka Holdings Co. di Tokyo, Jepang. Bloomberg/Akio Kon

Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah tren bullish emas global, kinerja saham emiten emas di dalam negeri justru terpecah dua. Ada yang melejit, ada pula yang terjerembab.

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, mengatakan salah satu saham yang mencuri perhatian adalah PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM).

Pasalnya, saham entitas holding BUMN pertambangan ini telah mencapai seluruh target harga yang direkomendasikan Mirae Asset Sekuritas pada 10 April 2025. Namun, sejumlah investor justru masuk terlambat di saham ANTM.

“Contohnya dalam kasus harga saham ANTM. Jadi, investor malah beli di pucuk, padahal ANTM sudah terkena target price,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (15/4/2025).

Saham ANTM bertengger di level Rp1.860 per saham pada penutupan perdagangan hari ini. Harga tersebut mencerminkan kenaikan sebesar 31,45% dalam sepekan terakhir.

Sementara itu, nasib berbeda dialami PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA). Nafan menilai bahwa saham ini masih dalam fase downtrend, mencerminkan lemahnya kinerja fundamental yang belum kunjung pulih.

“MDKA secara fundamental masih underwhelming. Berbeda dengan Antam yang masih memiliki kinerja relatif solid,” ucapnya.

MDKA tercatat membukukan rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk senilai US$55,76 juta pada 2024. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan rugi tahun sebelumnya yang mencapai US$20,65 juta.

Padahal, perseroan membukukan pendapatan sebesar US$2,23 miliar pada tahun lalu. Jumlah tersebut tumbuh 31,18% dari capaian 2023 yakni US$1,7 miliar.

Nafan menambahkan saham lain seperti PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) dan PT J Resources Asia Pasifik Tbk. (PSAB) juga belum menunjukkan performa meyakinkan.

PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS), yang sempat mencetak all-time high, kini disebut sudah memasuki fase corrective wave dalam perspektif Elliott Wave.

“Secara keseluruhan, lebih baik menyoroti kinerja fundamental dibandingkan teknikal untuk saham-saham berbasis emas. Sebab, terkadang tren utama antara XAUSD, gold futures, dan saham-saham emas di Indonesia bisa sangat berbeda,” kata Nafan.

________

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper