Bisnis.com, JAKARTA – Dua emiten milik Djoko Susanto, yakni PT Midi Utama Indonesia Tbk. (MIDI) dan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT) melakukan manuver bisnis dengan mengubah struktur pemegang saham operator gerai Lawson.
MIDI selaku pengelola jaringan ritel Alfamidi telah melepas seluruh kepemilikan saham di anak usahanya Lawson atau sebesar 70% saham kepada AMRT dengan nilai mencapai Rp200,45 miliar.
Untuk diketahui, AMRT merupakan perusahaan induk dari jaringan ritel Alfamart yang juga menguasai saham mayoritas di MIDI. Dengan transaksi itu, AMRT secara strategis memperluas pengaruhnya atas portofolio merek ritel makanan cepat saji.
Berdasarkan keterbukaan informasi, manajemen MIDI menyampaikan transaksi penjualan 1,48 miliar saham atau setara 70% kepemilikan di Lawson kepada AMRT dilakukan berdasarkan harga jual Rp135 per saham.
“Dengan harga jual beli saham sebesar Rp135 per lembar saham atau setara dengan nilai transaksi sebesar Rp200.455.446.600,” tulis manajemen MIDI, Rabu (9/4/2025).
Transaksi tersebut akan berlaku efektif setelah dipenuhinya persyaratan pendahuluan yaitu persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Lawson, yang berlanjut dengan penandatanganan Akta Jual Beli Saham selambat-lambatnya pada Juni 2025.
Baca Juga
Manajemen MIDI juga menyebutkan bahwa langkah divestasi dilakukan agar emiten peritel ini bisa lebih fokus mengembangkan inti bisnis di segmen minimarket dan supermarket, khususnya melalui merek Alfamidi dan Alfamidi Super.
“Setelah transaksi menjadi efektif, perseroan mengharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja keuangan perseroan pada masa yang akan datang, baik dari sisi laporan laba rugi maupun laporan arus kas,” ungkap manajemen MIDI.
Sementara itu, dalam laporan keuangan proforma, transaksi tersebut berdampak pada penurunan aset tidak lancar sebesar Rp637 miliar dan liabilitas senilai Rp241 miliar, serta mengurangi ekuitas MIDI dari Rp4,29 triliun menjadi Rp3,95 triliun.
Namun, pendapatan dan laba bersih tidak terpengaruh langsung karena kontribusi Lawson disebut tidak signifikan terhadap agregat pendapatan konsolidasian MIDI.
Penilaian independen yang dilakukan oleh KJPP Kusnanto & Rekan menilai transaksi masih berada dalam kisaran wajar, dengan nilai pasar 70% saham Lawson ditaksir sebesar Rp194,74 miliar atau hanya selisih tipis dari harga transaksi aktual.
Setelah transaksi, struktur kepemilikan Lawson berubah dengan AMRT menggantikan MIDI sebagai pemegang saham mayoritas perusahaan. Alfamart kini menggenggam 70% saham Lawson, sisanya dimiliki PT Amanda Cipta Persada sebanyak 20,34%, PT Cakrawala Mulia Prima 4,83%, dan PT Perkasa Internusa Mandiri 4,83% saham.
Manajemen AMRT menjelaskan pengambilalihan saham Lawson dilakukan sebagai respons terhadap perkembangan pasar yang semakin dinamis. Oleh karena itu, untuk tetap relevan dan kompetitif, perseroan menilai perlu terus melakukan inovasi, salah satunya melalui penguatan lini produk makanan siap saji atau ready-to-eat (RTE).
“Untuk menangkap potensi besar di segmen RTE, perseroan merencanakan langkah strategis dengan mengambil alih seluruh saham Lawson yang dimiliki oleh MIDI,” tulis manajemen AMRT dalam keterangan resmi di keterbukaan informasi.
Di samping itu, pengambilalihan saham juga diharapkan menciptakan sinergi jangka panjang antarsesama entitas dalam grup milik Djoko Susanto, mengingat Lawson bergerak di bidang yang sejalan dengan bisnis utama AMRT yakni perdagangan ritel.
Prospek AMRT
Perihal kinerja keuangan, AMRT mencatat penurunan laba bersih sebesar 8% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp3,1 triliun sepanjang 2024. Perolehan laba ini mencapai 80% dari proyeksi internal dan 79% dari estimasi konsensus Bloomberg.
Analis CGS International Sekuritas Indonesia Baruna Arkasatyo menyampaikan bahwa dari sisi top line, AMRT membukukan penjualan bersih sebesar Rp118,2 triliun atau tumbuh 11% secara tahunan.
Kenaikan penjualan paling kuat terjadi di luar wilayah Jawa dengan pertumbuhan 21% YoY, sedangkan Jawa dan Jabodetabek masing-masing naik 6% dan 8% YoY.
Meskipun kinerja top line cukup solid, Baruna menilai bahwa AMRT menghadapi tantangan dari sisi persaingan yang semakin ketat di segmen minimarket.
Berdasarkan observasi lapangan, Indomaret cukup agresif menjalankan program cashback untuk pembelian di atas Rp50.000 sepanjang 2024. Hal ini diperkirakan menambah tekanan terhadap margin dan meningkatkan biaya promosi ke depan.
“Selain itu, kenaikan upah minimum sebesar 6,5% YoY pada 2025 diperkirakan mulai berdampak pada kuartal I/2025, mendorong biaya gaji dan operasional lebih tinggi,” ujar Baruna dalam riset yang dipublikasikan baru-baru ini.
CGS International Sekuritas tetap mempertahankan rekomendasi add untuk AMRT dengan target harga di level Rp3.250. Peringkat ini diberikan dengan keyakinan perseroan tetap menjadi salah satu proksi utama untuk pemulihan konsumsi.
Baruna mengungkapkan bahwa katalis positif untuk AMRT antara lain, penambahan toko baru yang melebihi ekspektasi dan potensi ekspansi margin lebih kuat. Adapun risiko utamanya mencakup persaingan, lambatnya pembukaan toko baru, dan tingkat PHK yang masih tinggi.
CGS juga mempertahankan rekomendasi add untuk MIDI dengan target harga di Rp510 per saham. MIDI dinilai sebagai salah satu proksi pemulihan daya beli konsumen dan penerima manfaat dari program- populis pemerintah.
Sepanjang 2024, MIDI mencatat pendapatan sebesar Rp19,9 triliun atau meningkat 15% YoY. Wilayah luar Jawa menjadi kontributor pertumbuhan tertinggi dengan kenaikan 22% YoY, disusul Jawa sebesar 16% YoY, dan Jakarta mencapai 8% YoY.
Adapun laba bersih mencapai Rp546 miliar, naik 6% YoY. Namun, raihan tersebut masih 14% di bawah proyeksi internal dan 10% di bawah konsensus Bloomberg.
Di sisi lain, kerugian dari operasional Lawson, sebelum disesuaikan dengan porsi kepemilikan minoritas, mencapai Rp236 miliar atau lebih besar dari perkiraan awal senilai Rp192 miliar.
Analis Sucor Sekuritas Christofer Kojongian menyatakan bahwa strategi efisiensi yang dijalankan MIDI melalui penutupan gerai Lawson dinilai sebagai langkah tepat guna menjamin pertumbuhan profitabilitas dalam jangka panjang.
Musababnya, kata Christofer, Lawson terus mencatatkan kinerja buruk pada 2024 dengan same store sales growth (SSSG) turun 19% meski telah menutup 300 gerai. Catatan itu menandai kuartal ketujuh berturut-turut SSSG MIDI berada pada posisi negatif atau sejak 2023.
Kinerja Lawson akhirnya berdampak negatif pada SSSG gabungan perusahaan. Sebagai respons, manajemen MIDI telah menyiapkan strategi pengendalian kerugian dengan rencana menutup 100 gerai Lawson sepanjang tahun ini.
“Kami memandang langkah ini sebagai keputusan yang bijaksana untuk meningkatkan profitabilitas dan memastikan struktur operasional yang lebih efisien,” ujar Christofer.
______________________
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.