Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Didorong Stimulus China dan Tekanan AS ke Iran, Harga Minyak Mentah Menguat

Harga minyak mentah berakhir menguat pada Senin (17/3/2025), terdorong oleh prospek ekonomi positif dari dua konsumen minyak terbesar dunia, AS dan China.
Dongkrak pompa mengebor minyak mentah dari Ladang Minyak Yates di Permian Basin, Texas, AS, 17 Maret 2023./REUTERS-Bing Guan
Dongkrak pompa mengebor minyak mentah dari Ladang Minyak Yates di Permian Basin, Texas, AS, 17 Maret 2023./REUTERS-Bing Guan

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah berakhir menguat pada perdagangan Senin (17/3/2025), terdorong oleh prospek ekonomi positif dari dua konsumen minyak terbesar dunia, AS dan China.

Di sisi lain, serangan AS terhadap kelompok Houthi yang didukung Iran di Yaman kembali memicu kekhawatiran akan potensi eskalasi konflik di Timur Tengah.

Melansir Bloomberg, Selasa (18/3/2025), minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak April ditutup menguat 0,6% ke level US$67,58 per barel. Adapun minyak Brent untuk pengiriman Mei menguat 0,7% ke US$71,07 per barel.

Minyak mentah menguat setelah laporan penjualan ritel AS melambat namun masih di atas perkiraan penurunan tajam.

Sementara itu, China merancang serangkaian kebijakan untuk menstabilkan pasar saham dan properti, menaikkan upah, serta mendorong angka kelahiran, sebagaimana dilaporkan oleh kantor berita Xinhua.

Geopolitik kembali menjadi fokus setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan dalam unggahan media sosial bahwa serangan maritim oleh kelompok Houthi akan dipandang sebagai tindakan langsung dari Iran.

Pernyataan itu sejalan dengan pernyataan Menteri Pertahanan Pete Hegseth yang menegaskan bahwa serangan AS terhadap kelompok Houthi akan berlangsung tanpa henti hingga mereka menghentikan serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah.

Wakil Presiden Senior BOK Financial Securities Dennis Kissler mengatakan ketegangan ini berpotensi menghidupkan kembali risiko geopolitik di pasar minyak.

“Situasi ini bisa membuat pelaku pasar yang sebelumnya mengambil posisi jual mulai menarik diri,” jelasnya.

Secara teknikal, Kissler mengatakan kontrak minyak mentah AS untuk bulan depan menghadapi level resisten di kisaran US$68,56.

Namun, harga minyak masih turun lebih dari US$10 per barel dari level tertinggi tahun ini pada Januari, seiring meningkatnya perang dagang Trump, keputusan OPEC+ untuk menambah pasokan, dan potensi berakhirnya perang Ukraina yang dapat mengembalikan pasokan minyak Rusia ke pasar.

Trump sendiri dikabarkan akan berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pekan ini, dalam upaya AS menengahi kesepakatan guna mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun.

Meskipun demikian, pasar minyak masih menunjukkan pola backwardation, dengan harga kontrak jangka pendek lebih tinggi dibandingkan kontrak jangka panjang. Ini menjadi indikator bahwa fundamental pasokan dan permintaan tetap kuat.

Goldman Sachs memangkas proyeksi harga minyak Brent setelah menilai bahwa kebijakan tarif Trump yang agresif terhadap mitra dagang utama AS akan menghambat pertumbuhan ekonomi global dan menekan permintaan minyak.

Namun, dalam jangka pendek, harga diperkirakan akan pulih secara moderat karena ekonomi AS masih menunjukkan ketahanan, sementara sanksi terhadap Rusia belum menunjukkan tanda-tanda akan berkurang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper