Bisnis.com, JAKARTA — Indeks harga saham gabungan (IHSG) terus terombang ambing sepanjang tahun berjalan 2025. Beda pandangan sejumlah sekuritas asing terhadap prospek pasar saham Indonesia dinilai turut menjadi sentimen yang memantik volitalitas.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, IHSG dibuka menghijau pada perdagangan hari ini, Kamis (6/3/2025). IHSG melanjutkan kenaikan setelah pada Rabu (5/3/2025) ditutup naik 2,43% ke level 6.531,39.
Meski begitu, IHSG merosot 7,75% sepanjang tahun berjalan 2025. IHSG sempat menyentuh level 7.257,13 pada 22 Januari 2025, tetapi sempat menukik tajam ke level 6.270,6 pada 28 Februari 2025.
Bersamaan dengan merosotnya IHSG, Bloomberg mencatat 30-day price volatility IHSG meningkat menjadi 25,44% pada Selasa (4/3/2025) dibandingkan dengan rata-rata bulan lalu 18,41%.
Morgan Stanley dan JP Morgan tercatat telah memberikan pandangan yang berbeda terkait dengan kondisi pasar saham Indonesia. Pada akhir bulan lalu, Morgan Stanley telah memangkas peringkat saham Morgan Stanley Capital International (MSCI) Indonesia dari equal weight menjadi underweight dalam riset terbarunya.
Dalam laporannya, imbal hasil atau return on equity (ROE) Indonesia menunjukkan momentum penurunan, terutama karena memburuknya lingkungan pertumbuhan bagi sektor cyclical domestik.
Kemudian pada awal bulan ini, JP Morgan memberikan pandangan terkait kondisi pasar saham Indonesia. JP Morgan menaikkan peringkat saham perbankan. Tercatat, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) memperoleh peringkat overweight dari sebelumnya netral.
Begitu juga dengan saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) yang mendapatkan peringkat overweight dari sebelumnya netral. Sementara, JP Morgan memberikan peringkat underweight untuk PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) dari sebelumnya netral.
Imbasnya, volatilitas juga terjadi pada gerak saham emiten big banks. Saham BBRI, misalnya, bertengger di posisi Rp4.300 pada 23 Januari 2025 tetapi anjlok ke level Rp3.360 pada 28 Februari 2025.
Saham BMRI juga sempat menyentuh level Rp4.600 pada 28 Februari 2025 atau jauh di bawah harga penutupan akhir Januari 2025 di posisi Rp6.025 per saham.
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan mengatakan IHSG memang sedang naik turun dengan cukup tajam dalam beberapa hari terakhir.
"Fluktuasi ini dipengaruhi banyak faktor, termasuk sentimen global, pergerakan nilai tukar, serta aksi beli dan jual investor yang cukup agresif," katanya kepada Bisnis pada Kamis (6/3/2025).
Beda pandangan antara Morgan Stanley dan JP Morgan juga bisa menjadi salah satu pemicu pasar yang terombang-ambing. Felix menilai Morgan Stanley yang menurunkan peringkat saham Indonesia menjadi underweight melihat ada potensi tekanan ke depan, misalnya dari kebijakan fiskal atau penguatan dolar AS.
Sementara itu, JP Morgan justru memberikan sentimen positif ke saham perbankan yang bisa menarik minat investor ke sektor tersebut.
"Jadi, wajar kalau IHSG jadi volatil, karena pelaku pasar masih mencerna dua pandangan [Morgan Stanley dan JP Morgan] yang bertolak belakang ini," ujar Felix.
Di sisi lain, menurutnya pada perdagangan hari ini, Kamis (6/3/2025), ada peluang IHSG lanjut menguat, didukung beberapa faktor seperti meredanya tensi dagang setelah relaksasi sektor otomotif. Terdapat pula dorongan dari menguatnya harga komoditas dan rupiah, serta berkurangnya tekanan outflow dana investor asing.
"Jadi, meskipun volatilitas masih ada, terdapat pula potensi IHSG untuk tetap berada dalam tren positif," tutur Felix.
Analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan dalam risetnya juga mengatakan IHSG membentuk pola bearish sandwich bersamaan dengan penguatan. Meskipun umumnya pola ini terbentuk di akhir fase minor bullish atau uptrend.
Adapun, saham-saham bank jumbo yang menjadi penopang indeks masih menjaga peluang minor bullish reversal meski bergerak fluktuatif pada pekan ini. Kondisi di saham bank jumbo menurutnya terdorong oleh peningkatan peringkat dari JP Morgan menjadi overweight.
"Peningkatan peringkat membangun kembali kepercayaan diri pasar," kata Valdy dalam risetnya pada Kamis (6/3/2025).
Rasionalisasi pasar kemudian berpotensi meluas ke sektor-sektor lain, khususnya pada saham-saham bluechips.