Bisnis.com, JAKARTA -- Daftar emiten yang merancang aksi pembelian kembali saham atau buyback saham makin panjang di tengah volatilitas tinggi di pasar saham yang membuat valuasi saham perseroan dinilai belum mencerminkan fundamentalnya alias undervalue.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, sedikitnya ada sembilan emiten yang baru-baru ini mengumumkan rencana buyback saham.
Mereka ialah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA), PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP), PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA), PT Matahari Department Store Tbk. (LPPF), PT Avia Avian Tbk. (AVIA), PT Nusantara Sejahtera Raya Tbk. (CNMA).
Menyusul emiten bank, emiten sektor riil ikut menempuh opsi buyback saham. PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA), misalnya, mengalokasikan dana buyback maksimal Rp470 miliar.
Direksi JPFA dalam keterbukaan informasi menyampaikan bahwa buyback saham merupakan salah satu cara untuk meningkatkan return on equity (ROE) perseroan, selain pertumbuhan dan perluasan usaha.
“Jumlah mandat buyback yang akan dimintakan persetujuan dari pemegang saham adalah maksimal 2% dari seluruh saham yang telah ditempatkan perseroan dengan maksimal dana Rp470 miliar,” tulis direksi Japfa dalam keterbukaan informasi, dikutip Rabu (5/3/2025).
Lebih lanjut, JPFA menilai mandat untuk melaksanakan buyback akan memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi perseroan dalam mengelola modal dan memaksimalkan pengembalian kepada pemegang saham. Untuk mendapatkan persetujuan dari pemegang saham, JPFA akan melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada Kamis, 10 April 2025.
Emiten ritel PT Matahari Department Store Tbk. (LPPF) juga berencana melakukan pembelian kembali saham atau buyback dengan biaya maksimal sebesar Rp150 miliar.
Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), buyback saham tersebut akan dilakukan atas sebanyak-banyaknya 10% dari modal yang disetor dan ditempatkan LPPF dan akan dilakukan pada Saham Seri C.
Sekretaris Perusahaan Matahari Department Store Susanto menjelaskan bahwa buyback saham ini akan dilaksanakan setelah LPPF memperoleh persetujuan dari para pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 10 April 2025.
Dia memastikan bahwa dana yang akan digunakan untuk pelaksanaan buyback saham tersebut, sepenuhnya bersumber dari dana internal LPPF, bukan dari hasil penawaran umum atau dana dari pinjaman atau bentuk hutang lainnya.
Langkah buyback saham juga dilakukan emiten cat Hermanto Tanoko PT Avia Avian Tbk. (AVIA) yang menyiapkan dana Rp1 triliun. AVIA rencananya membeli sebanyak maksimal 1,424 miliar saham atau setara 2,3% dari jumlah modal disetor dan ditempatkan AVIA.
Wakil Presiden Direktur AVIA Ruslan Tanoko mengatakan AVIA bakal menggelar buyback saham tahap dua karena menilai harga saham AVIA saat ini berada dalam posisi undervalue atau tidak mencerminkan fundamental perusahaan. Bagi investor, aksi korporasi itu berpotensi membuat earnings per share (EPS) AVIA meningkat.
Rencananya, buyback bakal dilakukan dengan jumlah maksimal saham yang dibeli sebanyak 1,42 miliar atau sekitar 2,3% dari jumlah modal disetor dan ditempatkan AVIA.
Sejak awal tahun, harga saham AVIA telah terkoreksi 7,50% ke level Rp370 per saham. Adapun, tren minus itu relatif lebar ditarik secara tahunan sebesar 35,09% atau terkoreksi 200 poin.
“Kita sangat percaya terhadap bisnis AVIA, makanya kita memberanikan diri untuk buyback tahap kedua,” katanya.
Seperti diketahui, AVIA telah melakukan buyback saham tahap pertama sebanyak 1,16 miliar saham atau sekitar 82% dari maksimal saham yang direncanakan sebesar 1,42 miliar saham per Desember 2024. Adapun, realisasi buyback itu mencapai Rp575 miliar.
Sebelumnya, sejumlah emiten bank lebih dulu mengungkap rencana buyback saham. BBRI, misalnya, menyiapkan Rp3 triliun untuk menyerap saham perseroan di pasar.
Direktur Utama BBRI Sunarso menyebut buyback dilakukan untuk menjaga harga saham sekaligus memotivasi karyawan lebih giat dan profesional.
Nominal buyback, katanya, telah mempertimbangkan aspek pertumbuhan keberlanjutan yang harus dijaga. Tambah lagi, perseroan memiliki modal yang kuat dan cukup dengan capital adequacy ratio (CAR) pada level 26%.
"Tetapi kemudian harus sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui," katanya akhir Januari 2025.
BBRI juga bakal membagikan dividen dengan rasio 85% dari laba bersih perseroan 2024 yang senilai Rp60,15 triliun.
Bank BUMN lainnya, BMRI mengalokasikan Rp1,17 triliun untuk buyback. Manajemen BMRI menjelaskan tujuan buyback ialah untuk memperkuat keyakinan pasar terhadap nilai jangka panjang dan prospek perusahaan.
Tujuan lainnya dari buyback untuk pelaksanaan program kepemilikan saham bagi pegawai dalam rangka mendorong peningkatan kinerja berkelanjutan.
Setali tiga uang, BBNI juga menyiapkan Rp1,5 triliun untuk aksi pembelian kembali saham. Alokasi dana buyback BBNI ini meningkat dari rencana yang sebelumnya sempat diumumkan perseroan yakni sebesar Rp905 miliar.
Okki Rushartomo, Corporate Secretary BNI lewat keterbukaan informasi menyebutkan buyback dilakukan untuk mengurangi tekanan jual di pasar kala IHSG berfluktuasi.
Buyback saham juga sekaligus mengirim sinyal kepada investor bahwa perseroan memandang harga saham saat ini tidak mencerminkan kinerja fundamental perseroan.
Bank swasta juga tidak ketinggalan untuk melakukan buyback. PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) mengumumkan menyiapkan dana Rp450 juta, sementara PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) mengalokasikan Rp800 juta untuk buyback.
Baik BNGA dan NISP menyebut alasan buyback untuk program remunerasi. Adapun, jangka waktu buyback ialah 12 bulan setelah mengantongi restu pemegang saham lewat RUPST.