Bisnis.com, JAKARTA – Pengembang properti secara agregat membukukan kenaikan prapenjualan atau marketing sales sebesar 4% sepanjang 2024, dengan nama besar seperti CTRA dan BSDE mengukir rekor penjualan tertinggi sepanjang masa.
Riset terbaru BRI Danareksa Sekuritas, yang disusun oleh Ismail Fakhri Suweleh dan Wilastita Muthia Sofi, menyatakan pertumbuhan itu sejatinya lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan tahunan (CAGR) 2018 – 2023 yang mencapai 8%. Namun, capaian ini dinilai tetap mencerminkan kuatnya strategi pemasaran dari pengembang.
Dari jumlah agregat tersebut, nama pengembang besar seperti PT Ciputra Development Tbk. (CTRA) dan PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE) mampu mencatatkan rekor penjualan tertinggi sepanjang sejarah.
“Secara keseluruhan, capaian itu setara dengan 101% dari ekspektasi analis dan 98% dari target perusahaan,” ujar Ismail Fakhri dan Wilastita Muthia melalui riset yang dipublikasikan pada Senin (3/3/2025).
Sepanjang tahun lalu, CTRA meraih rekor baru dengan menorehkan prapenjualan sebesar Rp11 triliun. Perolehan ini meningkat 8% secara year on year (YoY) dan telah memenuhi 99,2% dari target 2024 yaitu Rp11,1 triliun.
Pencapaian tertinggi CTRA didorong oleh produk landed residential yang berkontribusi 95% dari total prapenjualan dengan pertumbuhan 6% secara tahunan.
Baca Juga
Sementara itu, entitas usaha Sinar Mas Land yakni BSDE meraih prapenjualan sebesar Rp9,72 triliun. Perolehan ini melampaui target yang dipatok senilai Rp9,50 triliun, sekaligus mencerminkan pertumbuhan sebesar 2% dari 2023.
Segmen residensial juga menjadi penyumbang terbesar prapenjualan BSDE dengan nilai Rp5,40 triliun atau setara 56%. Kontribusi ini berasal dari proyek Nava Park, Tresor, The Zora, Hiera, Tanakayu, dan Terravia yang berlokasi di BSD City.
Ismail dan Muthia melihat bahwa salah satu faktor yang mendukung prapenjualan adalah insentif pajak pertambahan nilai (PPN), yang berkontribusi sekitar 28% dari total penjualan. Insentif telah memberikan kemudahan bagi konsumen untuk membeli properti, terutama rumah tapak yang mendominasi pangsa pasar hingga 70%.
Di sisi lain, tantangan keterjangkauan masih menjadi faktor yang membatasi pertumbuhan sektor properti. Namun, para pengembang tetap mampu menjaga daya tarik melalui pemilihan lokasi strategis dan peluncuran proyek di waktu yang tepat.
Sebagian besar properti yang terjual berada di kisaran harga Rp1 - Rp5 miliar, dengan kawasan Jabodetabek sebagai penyumbang utama atau 63% dari total penjualan.
“Hal tersebut mencerminkan preferensi masyarakat perkotaan yang masih tinggi terhadap hunian di daerah strategis,” ungkap Ismail dan Muthia.
Selain itu, pembayaran didominasi oleh Kredit Pemilikan Rumah (KPR), sebesar 70% dari total transaksi. Kondisi ini diperkirakan membantu menjaga arus kas operasional dan neraca keuangan para pengembang tetap sehat pada 2024 dan 2025.
Meskipun pertumbuhan melambat, sektor properti masih dipandang menarik oleh investor. Valuasi saham emiten properti kini juga diperdagangkan dengan diskon tajam, dibandingkan dengan rata-rata lima tahun terakhir.
BRI Danareksa mempertahankan peringkat overweight untuk sektor properti dengan CTRA sebagai pilihan utama karena selaras dengan preferensi pasar. Saham pengembang lain, seperti PWON, SMRA, dan BSDE turut direkomendasikan.
CTRA meraih rekomendasi beli dengan target harga Rp1.700 per saham, sedangkan BSDE memiliki target sebesar Rp800. Adapun target price PWON diestimasikan mencapai Rp640 dan SMRA diproyeksikan sebesar Rp1.550 per saham.
_________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.