Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dividen BUMN Rp300 Triliun, Pengamat: Tak Realistis, Bebani Belanja Modal

Klaim Presiden Prabowo Subianto yang menyebut dividen BUMN bisa mencapai Rp300 triliun pada 2025 dinilai berisiko membebani belanja modal perusahaan negara.
Gedung Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Jakarta. Bisnis/Abdurachman
Gedung Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Jakarta. Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Klaim Presiden Prabowo Subianto yang menyebut dividen BUMN bisa mencapai Rp300 triliun pada 2025 dinilai tidak realistis dan berisiko membebani belanja modal atau capital expenditure (capex) perusahaan pelat merah.

Pemerhati BUMN sekaligus Direktur NEXT Indonesia, Herry Gunawan, menilai klaim tersebut jauh dari realistis. Menurutnya, kondisi ekonomi saat ini tidak mendukung pencapaian angka tersebut, mengingat daya beli masyarakat masih lemah disertai ketidakpastian global.

Dia mencontohkan PT Pertamina (Persero), sebagai salah satu perusahaan negara penyumbang dividen terbesar, sedang menghadapi pelemahan nilai tukar rupiah lantaran masih mengimpor minyak mentah. Hal ini dinilai bisa berdampak pada kinerja laba perusahaan.

“Jadi, untuk mencapai Rp300 triliun, itu masih mimpi. Sebab, target dividen Rp90 triliun untuk tahun buku 2024 yang harus dibayar pada 2025 saja sulit dicapai,” ujar Herry saat dihubungi Bisnis pada Senin (17/2/2025).

Menurutnya, jika BUMN dipaksa meningkatkan rasio dividen terhadap laba sampai di atas 20%, maka belanja modal bisa terdampak signifikan. Kondisi tersebut berisiko menghambat ekspansi bisnis dan keberlanjutan perusahaan negara dalam jangka panjang.

Herry menyebut bahwa kontribusi dividen terbesar tetap akan berasal dari BUMN strategis, seperti Pertamina, perbankan, Pupuk Indonesia, PLN, dan Telkom. Namun, dia menilai mengerek dividen tidak dapat mengandalkan kenaikan biaya karena dapat melemahkan daya beli masyarakat dan menurunkan daya saing BUMN.

Skenario divestasi aset juga dinilai sulit dilakukan dalam kondisi ekonomi yang belum stabil. Menurutnya, jika aset-aset berkualitas dilepas, hal itu bakal menimbulkan risiko melemahnya pendapatan dan posisi kompetitif BUMN yang terancam dalam jangka panjang.

Lebih lanjut, Herry menekankan bahwa perusahaan pelat merah seharusnya tidak hanya dipandang sebagai mesin pencetak laba bagi negara, tetapi juga memiliki peran penting dalam menyediakan layanan publik.

"Dividen yang diminta dari BUMN boleh-boleh saja. Namun, sebaiknya dividen tidak menjadi prioritas utama, mengingat BUMN juga memiliki tanggung jawab untuk menyediakan layanan publik," ucap Herry.

Sebelumnya, dalam HUT ke-17 Gerindra di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/2/2025), Presiden Prabowo menyatakan bahwa setoran dividen perusahaan pelat merah diperkirakan menyentuh angka Rp300 triliun.

Padahal, pemerintah dan DPR telah menyepakati target dividen BUMN untuk 2025 hanya sebesar Rp90 triliun, sehingga muncul kesenjangan antara target resmi dengan angka yang diklaim oleh Presiden Prabowo.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper