Bisnis.com, JAKARTA – Pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto tentang potensi dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang akan mencapai Rp300 triliun pada 2025 menjadi sorotan publik.
Dalam HUT ke-17 Geridra di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/2/2025), Prabowo menyatakan bahwa setoran dividen perusahaan pelat merah diperkirakan menyentuh Rp300 triliun tahun ini.
Padahal, pemerintah dan DPR telah menyepakati target dividen BUMN untuk 2025 hanya sebesar Rp90 triliun, sehingga muncul kesenjangan antara target resmi dengan angka yang diklaim oleh Presiden Prabowo.
Toto Pranoto, Associate Director BUMN Research Group Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), menilai klaim tersebut cukup menantang di tengah peralihan sistem pengelolaan BUMN ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
Dia menjelaskan bahwa BPI Danantara nantinya akan mengelola dua holding utama, yakni Holding BUMN Operasional dan Holding Investasi. Tahun lalu, realisasi dividen ke kas negara yang mencapai sekitar Rp90 triliun hanya bersumber dari Holding BUMN Operasional.
"Kalau Holding Investasi juga bisa digenjot dalam kecepatan yang serupa dengan Holding BUMN Operasional, maka potensi pendapatan, laba, dan dividen BPI Danantara punya prospek meningkat pesat," ujar Toto kepada Bisnis, Senin (17/2/2025).
Menurut Toto, Holding Investasi akan berperan dalam mengelola portofolio aset komersial yang menguntungkan serta menjalankan proyek strategis pemerintah, seperti ketahanan energi dan pangan.
Untuk merealisasikan proyek-proyek tersebut, Danantara berpotensi mengundang investor global melalui skema joint venture (JV). Hal ini memungkinkan Danantara turut serta dalam pendanaan proyek, sehingga memberikan kepercayaan kepada investor.
"Dengan membuat JV atas proyek, di mana Danantara akan chip in, maka investor global melihat Danantara mau berbagi risiko. Kedua, mereka juga percaya dengan dana kelolaan jumbo milik Danantara," kata Toto.
Dia menilai jika beberapa proyek dapat berjalan dengan pola tersebut, perekonomian Indonesia berpeluang tumbuh karena meningkatnya foreign direct investment (FDI), sekaligus menghasilkan pemasukan bagi Danantara.
Di sisi lain, Toto berpendapat bahwa agar lebih optimal, fungsi Indonesia Investment Authority (INA) sebaiknya dilebur ke dalam Danantara guna menghindari tumpang tindih dengan Holding Investasi yang akan dikelola.
Selain itu, keberlanjutan pengelolaan Danantara harus mempertimbangkan kebijakan dividen yang ideal. Jika seluruh laba dialokasikan untuk dividen, laba ditahan untuk ekspansi bisnis akan terbatas.
"Artinya, jika seluruh profit ditarik sebagai dividen, maka laba yang ditahan untuk ekspansi bisnis BUMN akan menjadi sangat sedikit. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang jelas terkait dividen," pungkas Toto.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.