Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah ditutup menguat tipis ke posisi Rp16.001,5 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan awal pekan ini, Senin (16/12/2024).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup menguat tipis 0,04% atau 7 poin ke level Rp16.001,5 per dolar AS pada hari ini, Senin (16/12/2024). Pada saat yang sama, indeks dolar terpantau turun 0,19% ke posisi 106,8.
Sama seperti rupiah, sejumlah mata uang di Asia lainnya mengalami tren penguatan. Dolar Hong Kong misalnya menguat 0,02%, dolar Singapura menguat 0,04%, dolar Taiwan menguat 0,07%, won Korea Selatan menguat 0,07%, serta baht Thailand menguat 0,22%.
Sementara, sejumlah mata uang Asia mengalami pelemahan. Yen Jepang misalnya melemah 0,04%, dolar Hong Kong melemah 0,01%, peso Filipina melemah 0,32%, serta yuan China melemah 0,12%.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan sejumlah sentimen memengaruhi fluktuasi rupiah pada perdagangan hari ini. Dari luar negeri, pelaku pasar tetap waspada terhadap penguatan dolar AS sebelum pertemuan The Fed pekan ini.
The Fed diperkirakan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuannya, sehingga suku bunga akan turun total 100 basis poin pada 2024.
Baca Juga
Namun, prospek suku bunga bank sentral akan diawasi dengan ketat, terutama usai data terbaru yang menunjukkan inflasi meningkat di AS pada November 2024. Pada saat yang sama, pasar tenaga kerja tetap kuat.
"The Fed diperkirakan akan memberi sinyal lebih hati-hati atas pelonggaran di masa mendatang, yang dapat membuat suku bunga tetap tinggi dalam jangka panjang," kata Ibrahim, Senin (16/12/2024).
Di Asia, bank sentral Jepang diperkirakan akan mempertahankan suku bunga saat ini. Sebab, pejabat bank sentral Jepang masih mencari lebih banyak waktu untuk mengevaluasi risiko global dan prospek pertumbuhan upah 2024.
Di Korea Selatan, Kementerian Keuangan Korea Selatan juga berjanji untuk terus menerapkan langkah-langkah stabilisasi pasar dengan cepat seiring dengan dinamika politik yang terjadi.
Di China, produksi industri tumbuh seperti yang diharapkan pada November 2024 karena langkah-langkah stimulus terbaru pemerintahnya.
Dari dalam negeri, lanjut Ibrahim, terdapat sentimen yang masih berlanjut atas data surplus neraca perdagangan Indonesia per November 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan surplus neraca perdagangan mencapai US$4,42 miliar pada November lalu dan menjadi surplus ke-55 bulan secara beruntun.
Selain itu, pemerintah resmi memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Namun, sejumlah barang dan jasa tetap dibebaskan dari PPN, sementara beberapa barang lain mendapatkan fasilitas diskon tarif.
Untuk perdagangan besok, Selasa (17/12/2024), Ibrahim memproyeksikan mata uang rupiah bergerak fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.090 - Rp16.050 per dolar AS.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.