Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diprediksi fluktuatif namun akan ditutup melemah pada perdagangan hari ini, Senin (16/12/2024), terimbas sentimen suku bunga The Fed hingga kebijakan stimulus pemerintah China.
Rupiah terkulai di hadapan dolar Amerika Serikat pada perdagangan pekan lalu, 9—13 Desember 2024, bahkan menembus level psikologis Rp16.000.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah mengakhiri perdagangan pekan lalu, Jumat (13/12/2024),dengan melemah 0,40% atau 64 poin ke posisi Rp16.008,5 per dolar AS. Pada saat yang sama, Indeks dolar terpantau naik 0,15% ke posisi 107,11.
Di level tersebut, rupiah melemah 1,02% dari penutupan akhir pekan lalu di level Rp15.845 per dolar AS.
Pelemahan rupiah terhadap dolar AS ke level Rp16.008 terjadi setelah Bank Indonesia mengindikasikan intervensi untuk menopang mata uang.
“Rupiah mungkin memiliki lebih banyak ruang untuk bergerak, sebelum Bank Indonesia merasa perlu untuk mengintervensi secara signifikan,” kata Mingze Wu, pedagang mata uang di StoneX Financial Pte Ltd di Singapura, dikutip Bloomberg.
Baca Juga
Rupiah juga telah merosot lebih dari 5% pada kuartal ini karena dolar AS yang berbalik perkasa di hadapan mata uang Asia. Sementara itu, pemangkasan suku bunga Bank Indonesia yang diharapkan sebagian besar ekonom terjadi paling cepat minggu depan diperkirakan dapat menambah tekanan pada rupiah.
Sementara itu, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan terdapat sejumlah sentimen yang akan memengaruhi pelemahan rupiah pekan ini.
Dari luar negeri, kata Ibrahim, data pekan lalu menunjukkan inflasi AS tetap tinggi. The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga dengan kecepatan yang lebih lambat pada tahun 2025 setelah memangkas suku bunga sebesar 75 bps sejauh ini pada tahun 2024.
Kebijakan ekspansif dan inflasi di bawah Presiden terpilih Donald Trump juga diperkirakan akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi dalam jangka panjang. Selain Fed, keputusan suku bunga di Jepang dan Inggris juga akan menjadi fokus minggu depan.
“Selain itu, investor kecewa dengan serangkaian langkah stimulus agresif setelah pembaruan dari Konferensi Kerja Ekonomi Pusat (CEWC) China, pertemuan dua hari yang berakhir pada hari Kamis,” kata Ibrahim lewat siaran pers, Jumat (13/12/2024).
Dari dalam negeri, lanjutnya, pasar memerhatikan risiko terhadap inflasi dan daya beli masyarat selepas rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%.
“Sebagai contoh, pada 2022 ketika PPN naik menjadi 11%, inflasi meningkat hingga 0,95% dalam satu bulan. Dampak serupa bisa terjadi bahkan lebih besar,” tuturnya.
Seiring dengan sentimen-sentimen tersebut, Ibrahim memperkirakan mata uang rupiah bakal tetap ditutup melemah di rentang 15.090 sampai dengan Rp16.070 pada perdagangan pekan ini, Senin (16/12/2024).