Bisnis.com, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat turun dalam pada perdagangan awal pekan ini dan dibumbui Gonjang-ganjing kekhawatitan akan resesi di Amerika Serikat (AS). Bagaimana kemudian target IHSG terbaru di tengah dinamika pasar yang terjadi?
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengatakan saat ini pasar memang diwarnai oleh kekhawatitan resesi AS. Investor gundah gulana melirik prospek perekonomian AS, termasuk tingkat pengangguran yang masih tinggi dan inflasi yang belum kunjung mereda.
Seperti diketahui, angka pengangguran AS di luar dari ekspektasi para ekonomi dunia. Statistik AS mencatat bahwa angka pengangguran per Juli naik menjadi 4,3%. Padahal proyeksi hanya di level 4,1%.
Hal tersebut membuat lantai bursa dunia merespons negatif rapor merah pengangguran AS.
IHSG sendiri pada penutupan awal pekan ini, Senin (5/8/2024) mencatatkan pelemahan sebesar 3,4% atau 248,46 poin ke level 7.059,65. Meskipun, pada akhir pekan, Jumat (9/8/2024), IHSG membukukan penguatan sebesar 0,86% atau 61,87 poin ke level 7.256,996.
IHSG masih mencatatkan pelemahan 0,22% sepanjang tahun berjalan atau secara year-to-date (YtD).
Baca Juga
Sukarno mengatakan apabila terjadi resesi di AS, akan terdapat dampak ke pasar saham global, termasuk IHSG. "Karena bisa menyebabkan penurunan permintaan global akibat pelambatan ekonomi AS," kata Sukarno kepada Bisnis.com, Jumat (9/8/2024)
Kemudian, terjadi capital outflow karena pelaku pasar biasanya akan menarik dananya dari pasar saham yang dianggap beresiko. Dengan begitu, terjadi penurunan aliran modal asing yang dapat menekan nilai tukar rupiah serta pelemahan IHSG.
"Ketika terjadi capital outflow atau net sell asing biasanya saham-saham big cap dan sektor perbankan jadi sasaran asing," tutur Sukarno.
Menurut Sukarno, sebelumnya IHSG sudah sentuh target skenario bearish di 6.896 dan level terendah IHSG tahun ini di 6.698 per Juni 2024. Apabila skenario resesi dan IHSG bisa terdampak, maka tidak menutup kemungkinan indeks bisa ke level 6.950.
Sementara, untuk skenario bullish, tidak terjadi resesi, dan The Fed berpeluang menurunakan tingkat suku bunga, maka indeks bisa menguat. Setelah itu jika IHSG bisa menguji level resistance 7.354 ada peluang indeks lanjut uptrend ke target 7.576 dan 7.835.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan selama adanya potensi soft lending di AS, maka ancaman resesi di AS terhindar. "Asalkan jangan sampai terjadi hard landing, karena tentunya akan membawa perekonomian ke jurang resesi," ujarnya.
Sebelumnya, Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Adrian Joezer mengatakan Mandiri Sekuritas masih memiliki pandangan positif terhadap IHSG, seiring dengan potensi penurunan suku bunga di AS.
Mandiri Sekuritas mempertahankan target IHSG di akhir tahun yaitu pada rentang 7.460-7.640.
"Secara sektor, selain saham big caps, kami menjagokan selain sektor perbankan juga sektor konsumer dan telekomunikasi," kata Joezer di Menara Mandiri, Jakarta, Rabu (7/8/2024).
Meski demikian, lanjutnya, pelaku pasar juga tetap harus memilih saham-saham secara selektif di sektor tersebut. Joezer menyarankan investor untuk memilih saham-saham yang memiliki kualitas tinggi.
Dia melanjutkan, selain tiga sektor tersebut, investor juga dapat melirik saham-saham yang bersifat sensitive terhadap perubahan suku bunga.
Untuk saat ini, lanjut Joezer, pihaknya belum mengetahui berapa kali penurunan suku bunga akan terjadi di tahun ini. Selain itu, pihaknya juga masih belum bisa memastikan apakah ekspektasi penurunan suku bunga 200 basis poin (bps) masih bisa terjadi di tahun depan.
Apabila hal tersebut terjadi, maka saham-saham yang sensitif suku bunga akan mendapatkan manfaat. Saham-saham rate sensitive tersebut adalah saham-saham yang berada di sektor properti, menara, dan teknologi.
"Akan tetapi saya rasa kita mesti masuk ke saham dengan high quality names dulu begitu," tuturnya.