Bisnis.com, JAKARTA — Optimisme prospek perekonomian dan likuiditas yang membaik pada paruh kedua ini mengundang masuknya aliran modal asing ke pasar saham RI. Apalagi, harga saham di Indonesia masih terdiskon secara historis.
Berdasarkan data Bloomberg, IHSG ditutup menguat sebesar 0,49% atau 38,34 poin menuju posisi 7.931,25 hari ini, Kamis (14/8/2025). Reli IHSG ini sudah membawa indeks komposit melambung 32% dari level terendahnya pada April 2025. Sepanjang hari ini, IHSG bergerak pada level 7.905,54 dan sempat menyentuh level tertinggi di 7.973,98.
Seiring dengan penguatan IHSG, nilai tukar rupiah juga terus membaik dengan ditutup terapresiasi 0,55% menjadi Rp16.133 terhadap dolar AS hari ini. Sementara itu, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor lima tahun kian turun ke level terendah dalam lebih dari tiga tahun terakhir.
Perbaikan indikator pasar saham, mata uang, dan obligasi ini membalikkan posisi suram pada awal tahun ketika investor khawatir terhadap perlambatan ekonomi hingga disiplin fiskal.
Adapun, optimisme ini dimulai ketika data ekonomi yang secara mengejutkan tampil kuat serta ada ekspektasi pelonggaran moneter. Kedua sentimen itu pun menciptakan kondisi pasar yang ideal pada paruh kedua ini.
Pembalikan arah di pasar keuangan Indonesia ini tak lepas dari kontribusi investor asing. Setidaknya, investor asing mulai rajin melakukan aksi beli bersih atau net buy di pasar saham Indonesia.
Baca Juga
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing mencatat beli bersih Rp827,17 miliar pada Kamis (14/8/2025). Pada awal pekan ini bahkan investor asing sempat membukukan net buy Rp2,2 triliun dalam sehari.
Aksi itu pun mengikis aksi jual besar-besaran yang dilakukan investor asing pada awal tahun. Sejak awal tahun ini, nilai jual bersih atau net sell investor asing sudah berkurang menjadi Rp56,48 triliun.
Khoon Goh, Kepala Riset Asia di ANZ Banking Group, mengatakan fokus investor kini menantikan pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto pada Jumat (15/8/2025) untuk melihat arah kebijakan terkait keseimbangan antara belanja populis dan disiplin anggaran.
"Fokus pasar akan tertuju pada proyeksi defisit anggaran dan apakah akan ada langkah-langkah tambahan untuk memperbaiki posisi fiskal, sekaligus tetap mendukung pertumbuhan ekonomi,” ujar Goh, dikutip Bloomberg, Kamis (14/8/2025).
Selanjutnya, investor juga berekspektasi ada stimulus pemerintah dan kebijakan moneter yang mendukung di sisa tahun ini. Meski ada kekhawatiran terhadap dampak tarif tinggi dari AS terhadap barang ekspor Indonesia, pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut oleh bank sentral berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi.
Adapun, Bank Indonesia telah memangkas suku bunga acuan bulan lalu atau penurunan suku bunga keempat sejak siklus pelonggaran dimulai September tahun lalu.
"Ada ekspektasi bahwa paruh kedua tahun ini akan lebih baik dibandingkan paruh pertama, seiring dengan membaiknya likuiditas di pasar," ujar Jerry Goh, Direktur Investasi Saham Asia di Aberdeen.
Dari eksternal, investor asing membanjiri pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, dengan ekspektasi tinggi bahwa Bank Sentral AS (The Fed) akan mulai memangkas suku bunga pada September.
Selain itu, penurunan imbal hasil obligasi pemerintah turut mendorong investor beralih dari surat utang ke saham dan aset lain yang memberikan return tinggi seperti saham.
Homin Lee, ahli strategi makro senior di Lombard Odier Ltd., Singapura, menyebut pasar saham di Asia Tenggara selama ini sudah diperdagangkan dengan diskon yang cukup besar secara historis.
"Sehingga bahkan pergeseran positif yang moderat pun bisa membuka peluang investasi taktis pada aset berisiko di kawasan ini, dan Indonesia tidak terkecuali," kata dia.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.