Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banyak Investor Saham Pindah ke Instrumen Kripto, Cek Penyebabnya

Analis ungkap penyebab investor saham pindah ke instrumen kripto.
Warga beraktivitas di dekat logo mata uang kripto di Depok, Jawa Barat, Rabu (4/1/2023). Bisnis/Arief Hermawan P
Warga beraktivitas di dekat logo mata uang kripto di Depok, Jawa Barat, Rabu (4/1/2023). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Peralihan investor saham ke instrumen kripto menjadi penyebab rata-rata transaksi harian (RNTH) saham lesu sepanjang tahun berjalan.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) per Jumat(26/7/2024), rata-rata nilai transaksi harian saham turun ke kisaran Rp11,89 triliun. Adapun, nilai tersebut masih di bawah target RNTH BEI sebesar Rp12,25 triliun pada tahun ini.

Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi mengakui jika penurunan transaksi BEI dipengaruhi juga dari aset investasi kripto, meski demikian menurutnya tahun ini juga dipengaruhi faktor ekonomi makro.

Lebih lanjut dia mengatakan, kemudahan akses seperti pembukaan rekening kripto dan fleksibilitas waktu 24 jam perdagangan menjadi daya tarik tersendiri untuk aset kripto.

"Selain itu, memang fluktuasi dengan tidak adanya batasan harga memberikan ruang pergerakan yang jauh lebih luas, meski kami melihat resiko yang ditimbulkan aset kripto juga tinggi," ujar Audi kepada Bisnis, dikutip Senin (29/7/2024).

Menurutnya, untuk para trader atau scalper yang melakukan trading harian menjadikan kripto alternatif aset investasi, sehingga pada akhirnya meningkatkan perputaran transaksi harian kripto.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, di tengah lesunya transaksi saham sepanjang tahun berjalan, nilai transaksi di instrumen kripto justru melonjak signifikan. 

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat nilai transaksi aset kripto pada periode Januari 2024 hingga Juni 2024 mencapai angka Rp301,75 triliun. 

Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti Tirta Karma Senjaya mengatakan nilai ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 354,17% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu Rp66,44 triliun. 

Sementara itu meski ada penyesuaian pada Mei lalu, jumlah pelanggan aset kripto terdaftar hingga Juni 2024 mencapai 20,24 juta pelanggan, dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 430.500 pelanggan per bulan sejak Februari 2021. 

“Pertumbuhan jumlah pelanggan ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia semakin menyadari dan tertarik terhadap potensi investasi aset kripto,” ujar Tirta dalam keterangan resmi, dikutip Senin (29/7).

Perlu diketahui, tugas atau wewenang pengawasan transaksi aset kripto sedang dalam tahap peralihan dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Januari 2025. 

Banyak Investor Saham Pindah ke Instrumen Kripto, Cek Penyebabnya

BEI Akui Ada Peralihan Investor

Bursa Efek Indonesia pun mengakui adanya tren peralihan investor ke instrumen investasi lain, di tengah lesunya transaksi saham.

Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan penyebab turunnya transaksi harian saham lebih dominan dipengaruhi oleh sentimen global. 

"Terkait transaksi yang menurun lebih dipengaruhi oleh faktor seperti kondisi suku bunga yang masih tinggi dan investor masih mencermati kondisi makro ekonomi maupun geopolitik di dalam dan luar negeri," ujar Jeffrey kepada Bisnis.

Sebagaimana diketahui, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve masih menahan suku bunga di kisaran 5,25%-5,5%, dan hanya memproyeksikan pemangkasan suku bunga satu kali tahun ini. 

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) juga masih menahan suku bunga di level 6,25%. Proyeksi suku bunga BI juga tak lepas dari pengaruh The Fed. Adapun The Fed akan menggelar pertemuan FOMC pada pekan ini, 30-31 Juli 2024.

Jeffrey pun mengakui ada tren peralihan investor saham, terutama ke aset SRBI atau Surat Berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. 

BEI mencatat investor asing melakukan jual neto (net sell) sebesar Rp2,45 triliun secara year-to-date (YtD) per Jumat (26/7). Sementara itu, berdasarkan data setelmen Bank Indonesia per 25 Juli 2024, asing atau non-residen tercatat melakukan beli neto Rp39,06 triliun di SRBI. 

"Kalau kami melihat data memang ada peningkatan kepemilikan di instrumen pendapatan tetap seperti SRBI," pungkas Jeffrey.

---

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper