Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah pada Jumat (21/6/2024) dan menyentuh level Rp16.450. Pelemahan rupiah terjadi di tengah greenback yang semakin perkasa
Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup melemah 20 poin atau 0,12% menuju level Rp16.450 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS menguat 0,22% ke posisi 105,81.
Sementara itu, mata uang lain di Asia mayoritas ditutup melemah. Won Korea, misalnya mengalami pelemahan 0,25%, lalu yuan China sebesar 0,01%, dan ringgit Malaysia 0,22%. Sementara itu, peso Filipina menurun 0,10%.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan rupiah akan tetap bergerak fluktuatif tetapi ditutup melemah di rentang Rp16.440 hingga Rp16.510 pada perdagangan pekan depan, Senin (24/6/2024).
Menurutnya, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) perlu menjaga stabilitas rupiah berbasis kekuatan fundamental perekonomian, seperti surplus neraca perdagangan, bukan intervensi valuta asing dengan cadangan devisa yang terbatas atau menaikkan suku bunga domestik.
“Rupiah tidak perlu mengalami pelemahan yang panjang jika pasokan dolar dari surplus neraca perdagangan mengalir ke pasar. Hingga Mei 2024, Indonesia masih mencatatkan surplus neraca perdagangan yang cukup baik,” ujarnya pada Jumat (21/6/2024).
Baca Juga
Di sisi lain, Ibrahim mengatakan pasar memantau ketidakpastian arah kebijakan fiskal, yang turut memengaruhi pelemahan mata uang rupiah. Pasalnya, proyeksi defisit anggaran di kisaran berada di level 2,8% dari PDB atau mendekati batas atas level 3%.
Dia menambahkan ketidakpastian juga didorong oleh sikap Prabowo Subianto yang terlihat permisif dengan utang, bahkan diisukan hendak menaikkan rasio utang pemerintah ke kisaran 50% dari PDB. Namun, kabar itu ditepis tim Prabowo.
“Pemerintah mendatang di bawah Prabowo-Gibran diharapkan segera menyampaikan komitmennya terhadap disiplin fiskal agar risiko fiskal dapat ditekan dan tidak menciptakan sentimen negatif terhadap rupiah,” tutur Ibrahim.
Sementara itu, penjualan ritel AS per Mei yang dirilis pekan ini tidak terlalu signifikan dan pasar tenaga kerja tampak melemah. Jumlah warga AS yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran turun pada minggu lalu, tetapi masih lebih besar dari perkiraan.
Data tersebut menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja tetap kuat meskipun ada penurunan secara bertahap. Data ekonomi AS yang lemah baru-baru ini memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga sebanyak dua kali pada akhir 2024.
Selain itu, pelaku pasar juga tetap mewaspadai tanda-tanda intervensi berkelanjutan dari Bank of Japan (BOJ) untuk meningkatkan nilai mata uang yen. Mengingat mata uang tersebut berada di posisi terendah dalam 34 tahun pada akhir April.
---------------------------
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.