Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah pada Jumat (21/6/2024) masih berisiko tertekan dolar AS setelah Bank Indonesia mengumumkan menahan suku bunga (BI Rate) di level 6,25%.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.420—16.500 per dolar AS pada hari ini.
Pada Kamis (20/6/2024), rupiah mengakhiri perdagangan dengan turun 0,40% atau 65 poin ke posisi Rp16.430 per dolar AS. Sementara itu indeks dolar terpantau naik 0,24% ke posisi 105,132.
Mata uang kawasan Asia lainnya bergerak bervariasi terhadap dolar AS. Yen Jepang melemah 0,19%, dolar Singapura turun 0,14%, won korea melemah 0,22%, peso Filipina melemah 0,03%, rupee India turun 0,13%, yuan China melemah 0,05%, ringgit Malaysia melemah 0,06% dan baht Thailand melemah 0,20%.
Adapun mata uang uang mampu menguat hanya dolar Hong Kong sebesar 0,03%.
Baca Juga
Ibrahim Assuaibi mengatakan rupiah kini sudah menembus level Rp16.430. Sementara itu kebijakan makro prudential dan sistem pembayaran tetap progrowth dukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.
Pelemahan rupiah terjadi sesaat setelah Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 20—21 Juni 2024. Sedangkan suku bunga Deposit Facility naik ke posisi 5,50% dan suku bunga Lending Facility sebesar 7%.
Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter pro stabilitas sebagian langkah preemptive dan forward looking untuk pastikan inflasi sesuai sasaran 2,5 plus minus 1% pada 2024 dan 2025.
"Kebijakan ini, akan didukung dengan penguatan operasi moneter untuk memperkuat efektivitas stabilitas rupiah dan masuknya aliran modal asing," kata Ibrahim, dikutip Kamis (20/6/2024).
Alasan mempertahankan suku bunga, karena BI memperkirakan ekonomi global tumbuh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, yakni mencapai 3,2 persen pada 2024, lebih tinggi dari perkiraan awal terutama dengan lebih baiknya pertumbuhan ekonomi di India dan Tiongkok. Walaupun ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi di tengah prospek perekonomian dunia yang lebih kuat.
Sementara itu, para pedagang menunggu lebih banyak petunjuk kebijakan AS, sementara Bank of England akan melakukan pertemuan, di mana suku bunga diperkirakan tidak berubah. Selain BoE, investor juga akan mengamati keputusan bank sentral Swiss dan Norwegia pada hari Kamis untuk menentukan prospek suku bunga global.
Data pada hari Rabu menunjukkan inflasi Inggris kembali ke target 2% untuk pertama kalinya dalam hampir tiga tahun pada bulan Mei, namun tekanan harga yang kuat mengesampingkan penurunan suku bunga menjelang pemilu bulan depan.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengamini bahwa dari faktor domestik, tekanan pada rupiah turut disebabkan oleh persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan.
Menurutnya, naik turunnya nilai tukar rupiah memang disebabkan oleh kondisi fundamental ekonomi Indonesia dan sentimen jangka pendek. Namun, kondisi sentimen menjadi momok utama yang membuat nilai tukar Rupiah melemah hingga ke level Rp 16.400 per dolar Amerika Serikat (AS).
Hal ini disampaikannya usai menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu perwakilan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk membahas dinamika pasar dari sisi perkembangan pembahasan APBN dengan DPR di Istana Kepresidenan, Kamis (20/6/2024).
"Ada juga masalah persepsi sustainibilitas fiskal ke depan, itu membuat sentimen kemudian menjadi tekanan nilai tukar Rupiah," ujarnya kepada wartawan.
Lebih lanjut, Perry menegaskan bahwa selama ini kondisi fundamental ekonomi Indonesia masih tergolong baik. Namun, adanya beberapa sentimen jangka pendek justru mempengaruhi nilai tukar.
Dia tak menampik dari sektor domestik ada beberapa sentimen yang membuat Rupiah sedikit tertekan, salah satunya adalah sentimen keberlanjutan fiskal APBN di pemerintah baru.
Perry menyebut sentimen teknis jangka pendek membuat rupiah melemah. Hal itu adalah rutinitas permintaan repatriasi deviden yang dilakukan oleh sektor korporasi Indonesia. Hal tersebut mampu terjadi pada kuartal II setiap tahunnya. Namun pada kuartal III yang dimulai pada Juli sentimen ini diyakini akan berangsur berkurang.
"Dalam kuartal II/2024 yang akan berakhir Juni memang sering terjadi kenaikan permintaan korporat, biasanya di kuartal II itu perusahaan mereka perlu repatriasi deviden dan perlu juga untuk membayar utang, tapi nanti di kuartal III/2024 tidak ada lagi," tuturnya.
Selain itu, Perry melanjutkan apabila dilihat melalui sentimen global, suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve yang masih tak kunjung turun jadi biang kerok terbesarnya. Hal ini menjadi magnet modal keluar dari negara-negara berkembang ke Amerika.
Kenaikan suku bunga obligasi pemerintah AS, kata Perry juga menarik modal-modal keluar dari negara berkembang. Tak hanya itu, dia melanjutkan bahwa saat ini juga ada juga sentimen turunnya suku bunga Bank Sentral Eropa yang bisa memberikan dampak ke kondisi nilai tukar Indonesia.
"Fed Fund Rate sampa saat ini masih tebak-tebakan sampai akhir tahun sampai berapa kali [turunnya], menurut perkiraan kami sekali cuma akhir tahun saja," pungkas Perry.
Sekadar informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil sejumlah perwakilan dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ke Istana Negara, pada Kamis (20/6/2024).
Simak pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini secara live.
Rupiah ditutup melemah 20 poin atau 0,12% menjadi Rp16.450 per dolar AS.
Indeks dolar AS naik 0,21% ke level 105,814.
Rupiah turun 21,5 poin atau 0,13% menjadi Rp16.451,50 per dolar AS pukul 11.40 WIB.
Indeks dolar AS terkoreksi 0,02% ke level 105,567.
Rupiah dibuka turun 45 poin ata 0,27% menjadi Rp16.475 per dolar AS.
Indeks dolar AS naik 0,02% ke level 105,614.