Bisnis.com, JAKARTA – Saham sektor konsumer, mulai dari UNVR, MYOR, ICBP, hingga NASI melonjak pada perdagangan Kamis (25/4/202). Sentimen penguatan rupiah menjadi faktor yang mengerek penguatan saham konsumer.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks saham non-siklikal meningkat sebesar 1,55% menuju level 696,97. Perolehan ini berbanding terbalik dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang melemah 0,27% ke 7.155,29.
Dari jajaran saham konsumer, PT Wahana Inti Makmur Tbk. (NASI) menjadi penghuni pertama posisi top gainers dengan lesatan sebesar 33,33% ke level Rp72.
Peningkatan itu diikuti saham PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) yang menguat 10,46% menjadi Rp2.640. Adapun saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) serta PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) naik 5,16% dan 5,60%.
Investment Analyst Lead Stockbit Edi Chandren menuturkan penguatan harga saham konsumer didorong oleh prospek stabilitas kurs rupiah terhadap dolar AS, setelah Bank Indonesia (BI) mengerek suku bunga 0,25 basis poin menjadi 6,25%.
“Penguatan nilai tukar rupiah berpotensi berdampak positif terhadap emiten konsumer, yang notabene banyak melakukan net impor dalam kegiatan operasionalnya guna membeli bahan baku,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (25/4/2024).
Baca Juga
Selain penguatan nilai tukar rupiah, meningkatnya ketidakpastian terkait arah pergerakan suku bunga dan eskalasi geopolitik juga berpeluang membuat para pelaku pasar memiliki preferensi terhadap sektor yang defensif, seperti konsumer.
Sebagai informasi, kenaikan BI rate menjadi 6,25% merupakan yang tertinggi sejak Juli 2016. Keputusan itu diambil guna meredam tekanan eksternal karena terjadi pelebaran positif spread dengan imbal hasil instrumen keuangan negara lainnya.
Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan pertimbangan bank sentral mengerek suku bunga bertujuan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak memburuknya risiko global.
Hal itu juga sebagai langkah pencegahan dan forward looking guna memastikan inflasi dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025 sejalan dengan kebijakan moneter yang pro stabilitas.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.