Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah dan Mata Uang Asia Tergerus Dolar AS jelang FOMC The Fed

Rupiah dan mata uang Asia kompak melemah jelang FOMC The Fed pekan depan.
Karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah ke level Rp15.599 per dolar AS pada perdagangan Jumat (15/3/2024).

Mayoritas mata uang Asia terpantau kompak melemah, sedangkan dolar AS menguat sore ini jelang pertemuan FOMC The Fed pekan depan.

Berdasarkan data Bloomberg Jumat, (15/3/2024) pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup melemah 0,12% atau 19 poin ke level Rp15.599 per dolar AS, setelah ditutup lesu pada perdagangan kemarin. Sementara itu, indeks mata uang Negeri Paman Sam terpantau menguat 0,09% di posisi 103,45 pada sore ini.

Sebagian besar mata uang Asia terpantau kompak melemah terhadap dolar AS. Misalnya, yen Jepang turun 0,22%, dolar Singapura turun 0,15%, dolar Taiwan merosot 0,38%, won Korea ambles 0,91%.

Selanjutnya, yuan China melemah 0,03%, baht Thailand turun 0,13%, ringgit Malaysia turun 0,38%, dan peso Filipina melemah 0,22%. Hanya dolar Hongkong yang menguat tipis 0,01% terhadap dolar AS sore ini.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, data indeks harga produsen (PPI) AS lebih kuat dari perkiraan untuk Februari 2024. Angka tersebut muncul setelah data indeks harga konsumen (CPI) yang lebih kuat dari perkiraan yang dirilis awal pekan ini, yang juga menunjukkan inflasi AS semakin menjauh dari target tahunan Federal Reserve sebesar 2%. 

"Angka inflasi yang lebih tinggi terjadi tepat sebelum pertemuan The Fed minggu depan, di mana bank sentral diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tidak berubah," ujar Ibrahim dalan riset Jumat (15/3/2024).

Kendati demikian, menurutnya The Fed kini berpotensi menawarkan sikap yang lebih hawkish terhadap suku bunga, mengingat pihaknya telah berulang kali mengisyaratkan bahwa penurunan suku bunga pada tahun 2024 sebagian besar akan ditentukan oleh jalur inflasi. 

Sementara itu, Bank of Japan (BOJ) berpotensi menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam hampir 17 tahun pada minggu depan, terutama karena inflasi Jepang masih stagnan pada Februari, sementara negosiasi upah Jepang baru-baru ini menunjukkan kenaikan besar-besaran pada tahun 2024. Kedua faktor tersebut merupakan pertimbangan utama BOJ dalam melakukan pengetatan kebijakan.

Dari sentimen dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Februari mengalami surplus US$0,87 miliar. Sedangkan secara kumulatif, neraca perdagangan mencapai US$2,87 miliar dolar.  

Walaupun terjadi surplus, namun NPI mengalami penurunan US$6,42 miliar dibandingkan periode yang sama Januari-Februari 2023. Sementara itu surplus neraca perdagangan Indonesia Februari 2024 terutama berasal dari sektor non-migas US$2,63 miliar, namun tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$1,76 miliar. 

"Sementara itu untuk perdagangan Senin [18/3] pekan depan, mata uang rupiah diprediksi fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.570 - Rp15.660," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper