Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Mentah Makin Melemah

Harga minyak mentah terus melemah meski musim dingin tengah terjadi di belahan utara.
Ilustrasi Armada kapal tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) berkapasitas 2 juta barel PT Pertamina International Shipping.
Ilustrasi Armada kapal tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) berkapasitas 2 juta barel PT Pertamina International Shipping.

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak kini semakin menurun karena suasana risiko global yang meluas di pasar, seiring dengan menguatnya dolar Amerika Serikat (AS) yang menutupi kekhawatiran di wilayah Timur Tengah. 

Berdasarkan data Bloomberg, Selasa (16/1/2024), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Februari 2024 melemah -1,81% ke level US$71,09 per barel pada pukul 21.27 WIB.  

Harga minyak Brent kontrak Maret 2024 yang sebelumnya menguat pada pagi ini, telah melemah -1,69% ke posisi US$76,97 per barel. 

Harga komoditas terus melemah di tengah berakhirnya pandemi. Selain minyak mentah, penurunan tembaga dan komoditas industri lainnya juga terjadi. 

Saat harga minyak bergerak ke zona merah, negara dengan konsumsi jumbo yakni China, hari ini (17/1) melaporkan data perekonomian yang bervariasi. 

Harga minyak sempat melonjak akibat ketegangan di Timur Tengah. Termasuk tindakan Houthi yang mengancam pelayaran di Laut Merah. 

Banyak perusahaan pengangkut minyak dan gas kini menghindari jalur ini. Para pelaku kargo memilih mengambil rute yang lebih panjang di sekitar Afrika bagian selatan. 

Mesir juga melaporkan bahwa transit Terusan Suez turun hampir sepertiga dibandingkan tahun lalu dalam 11 hari pertama tahun ini.

“Kabar baiknya, dan kemungkinan alasan mengapa harga minyak mentah tidak melonjak, adalah pasokan minyak global akibat serangan di Laut Merah tidak terpengaruh,” jelas analis di Commonwealth Bank of Australia, Vivek Dhar. 

Lanjutnya, ia mengatakan bahwa kabar buruknya adalah rute alternatif mengelilingi Afrika memakan waktu 14 hari lebih lama.

Kemudian, suhu yang sangat dingin di AS juga menghambat operasi kilang di pusat pemrosesan Texas dan menutup lebih dari separuh produksi minyak di Dakota Utara. Otoritas Pipa Dakota Utara mengatakan bahwa sebanyak  650.000 barel per hari tidak beroperasi, naik dari 425.000 barel pada Senin (15/1). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper