Bisnis.com, JAKARTA - Masuknya LX International asal Korea Selatan sebagai calon pengendali baru emiten anyar PT Adhi Kartiko Pratama Tbk. (NICE) dinilai menjadi sentimen positif untuk pergerakan saham perusahaan nikel ini ke depan.
Berdasarkan data RTI Business, pada perdagangan Selasa (9/1/2024), saham NICE ditutup naik 19,86% atau 87 poin ke level Rp525 per saham. Sepanjang perdagangan saham NICE bergerak di level Rp438-Rp545 per saham.
Saham NICE mencatatkan nilai transaksi sebesar Rp165,75 miliar. Kapitalisasi pasar tercatat sebesar Rp3,19 triliun. PER dan PBVR masing-masing tercatat sebesar 39,37 kali dan 26,82 kali.
Direktur Trimegah Sekuritas David Agus mengatakan masuknya LX International yang merupakan perusahaan kaliber dunia merupakan sentimen positif meski IPO NICE bukan aksi penjualan saham baru.
“Memberi kesempatan kepada investor publik justru untuk masuk jadi co-investornya LXI. Kan masuknya bareng dan di harga IPO,” katanya di Bursa Efek Indonesia, Selasa (9/1/2024).
David juga mengatakan dana IPO yang masuk ke kantong pengendali merupakan hal yang wajar karena sebelumnya pemegang saham NICE juga sudah berinvestasi untuk kegiatan eksplorasi pengeboran tambang nikel milik NICE.
Baca Juga
“Sudah terbukti cadangannya, jadi boleh-boleh saja. Apa bedanya dapat saham baru lalu lalu untuk eksploitasi tambang. Yang penting cadangan terbukti berapa, dan kelihatan masuk investor itu hasil capex ada hasilnya, dipercaya investor,” tutur dia.
Seperti yang diketahui, dalam jangka waktu lima hari setelah resmi melantai, saham NICE akan diakuisisi sebanyak 60% atau sekitar Rp1,59 triliun oleh LX International yang dahulu dikenal sebagai LG International Corp. melalui PT Energy Battery Indonesia.
Dengan adanya penjualan terhadap pengendali baru yaitu EBI, maka pemegang saham NICE lainnya yaitu MAS dan VAS tidak lagi tercatat sebagai pemegang saham, sementara SMM hanya menggenggam 634.220.385 lembar dan IMEV sebanyak 582.183.615 lembar.
Curi Perhatian
Selain aksi perubahan pengendali yang mencuri perhatian pelaku pasar, NICE otomatis menambah daftar emiten di sektor nikel setelah PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL) yang listing pada tahun lalu.
Direktur Utama Adhi Kartiko Pratama Stevano Rizki Adranacus mengatakan pihaknya akan meningkatkan produksi dari 2 juta ton nikel pada 2023 menjadi sekitar 3 juta ton nikel pada 2024.
“LXI akan melakukan peningkatan produksi yang saat ini 2 juta akan menjadi 2,5 sampai 3 juta,” kata Stevano di Gedung Bursa Efek Indonesia, Selasa (9/1/2024).
Seiring dengan peningkatan produksi yang dibidik, NICE juga menargetkan laba bersih dan pendapatan dapat meningkat maksimal 10% sepanjang 2024. Pendapatan NICE 95% masih ditopang oleh penjualan bijih nikel kepada smelter-smelter di Indonesia.
Stevano menambahkan dengan masuknya LX International, NICE berpeluang ikut serta dalam ekosistem baterai listrik yang merupakan salah satu bisnis LXI.
Dia mengklaim kondisi itu akan menunjang rencana jangka panjang NICE menuju hilirisasi nikel. Meskipun dana IPO dan dana hasil divestasi tidak masuk ke kantong NICE melainkan ke pengendali, Stevano pede NICE masih mampu mengandalkan kas internal setidaknya dalam lima tahun ke depan.
“Kami akan mengandalkan kekuatan internal keuangan perusahaan. Karena saat ini kami tidak memiliki hutang sama sekali. Sehingga sudah kami hitung dan proyeksikan Itu masih mampu untuk menunjang rencana 5 tahun ke depan,” kata Stevano.
Tercatat per Juni 2023, NICE memiliki liabilitas total sebesar Rp146,48 miliar dengan rincian liabilitas jangka pendek sebesar Rp128,45 miliar dan liabilitas jangka panjang sebesar Rp18,23 miliar. Adapun ekuitas tercatat sebesar Rp119,03 miliar. Sementara total aset NICE yaitu Rp265,71 miliar.
Sementara itu, per Juni 2023, NICE membukukan penurunan laba bersih sebesar 48,10% menjadi Rp40 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp78,12 miliar. Laba yang turun seiring dengan lesunya penjualan.
NICE membukukan penjualan semester I/2023 sebesar Rp378,56 miliar atau lebih rendah 11,50% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp427,79 miliar. Meski penjualan turun, beban pokok penjualan justru meningkat menjadi Rp311,70 miliar dibandingkan dengan semester II/2022 yang tercatat sebesar Rp308,36 miliar.