Bisnis.com, JAKARTA -- Harga minyak telah melewati periode fluktuasi setelah gempuran Israel di Tepi Barat, Palestina. Kekhawatiran harga energi dunia melonjak akibat perang hingga gangguan perdagangan di laut merah, kini bergerak dalam rentang kecil. Kondisi sedikit mereda setelah terjadi peningkatan stok Amerika Serikat (AS) dan lemahnya permintaan.
Berdasarkan data Bloomberg pada Kamis (28/12/2023), minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Februari 2024 bertengger pada level US$73,31 pada pukul 18.42 WIB atau melemah dari posisi Selasa (26/12/2023) yang berada pada level US$74,17 per barel pada pukul 14.16 WIB.
Harga minyak Brent kontrak Februari 2024 juga melemah 1,13% ke level US$78,75 per barel.
American Petroleum Institute melaporkan persediaan nasional meningkat sebesar 1,8 juta barel, dengan tingkat persediaan di Cushing juga ikut meningkat. Hal ini menunjukan bahwa pasokan melebihi permintaan menjelang akhir tahun.
Cushing adalah pusat perdagangan, penyimpanan, dan transportasi minyak mentah utama yang berlokasi di Oklahoma di AS. Dalam sembilan minggu terakhir, volume minyak mentah di kawasan ini terus meningkat. Jika peningkatan di minggu ke-10 terkonfirmasi, maka akan menjadi periode lonjakan penyimpanan terpanjang sejak 2016.
Data resmi mengenai persediaan AS serta ukuran output dan permintaan akan dirilis oleh Badan Informasi Energi (EIA) pada Kamis malam (28/12) waktu setempat.
Baca Juga
Harga minyak telah naik sekitar 8% sejak titik terendahnya pada bulan Desember 2023 karena serangan Houthi terhadap kapal di Laut Merah sebagai reaksi reaksi balasan atas pendudukan Israel di Tepi Barat
Meskipun ada upaya dari tugas keamanan yang dipimpin oleh AS untuk melindungi jalur air utama tersebut, beberapa perusahaan pengangkut, termasuk Hapag-Lloyd AG, tetap mengatakan bahwa mereka akan menghindari rute tersebut.
Ahli strategi pasar di Saxo Capital Markets Ltd. mengatakan bahwa meskipun serangan di Laut Merah mungkin akan membuat pasar tetap waspada, tanda-tanda peningkatan persediaan di AS dapat memberikan tekanan pada harga minyak mentah.
Dari sisi teknis, kedua minyak mentah yang menjadi tolak ukur tersebut baru saja membentuk “death cross” yang bearish, dengan rata-rata pergerakan 50 hari turun di bawah angka 200 hari, dan terjadi untuk pertama kalinya sejak September 2022. Pola tersebut seringkali menunjukkan pelemahan lebih lanjut di masa lalu.