Bisnis.com, JAKARTA – Masa kampanye pemilihan presiden (Pilpres) dalam Pemilu 2024 2024 akan menjadi sentimen positif bagi emiten media, seperti PT Surya Citra Media Tbk. (SCMA) dan PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN). Namun, mampukah masa kampanye mengerek kinerja keduanya?
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan masa kampanye untuk pasangan calon presiden dan wakil presiden dimulai pada 28 November 2023. Kampanye akan berlangsung selama 75 hari sampai dengan 10 Februari 2024.
Sementara itu, pemungutan suara Pilpres 2024 akan berlangsung pada 14 Februari 2024, setelahnya rekapitulasi penghitungan suara hingga penetapan hasil pada 15 Februari–20 Maret, dan pengucapan sumpah baik oleh DPR RI dan presiden terpilih dilaksanakan Oktober 2024.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, mengatakan masa kampanye akan menjadi sentimen positif bagi sektor media.
Kendati demikian, hal tersebut tidak serta-merta mengerek kinerja keuangan emiten media. Sebab, belanja iklan saat ini tidak hanya bertumpu pada media konvensional seperti televisi, tetapi juga cenderung menyasar media sosial.
“Lebih kepada kampanye media sosial yang memang secara biaya jauh lebih murah dibandingkan dengan media yang lain,” ujar Nico kepada Bisnis, Selasa (14/11/2023).
Baca Juga
Nico mengatakan meski belanja iklan lebih melunak, media televisi tetap berpeluang mendulang pendapatan karena tidak semua daerah di Indonesia dapat dijangkau oleh media sosial. Oleh karena itu, penetrasi iklan televisi masih akan eksis kendati porsinya berkurang.
Jika menilik dari sisi kinerja, baik SCMA maupun MNCN membukukan penurunan pendapatan sampai dengan kuartal III/2023. Pelemahan ini disebabkan karena turunnya pendapatan iklan.
SCMA, selaku emiten pengelola saluran televisi SCTV dan Indosiar, membukukan penurunan laba sebesar 71,54% secara tahunan dari posisi Rp830,77 miliar menjadi Rp236,59 miliar,
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, penurunan laba diikuti dengan melemahnya pendapatan yang dibukukan perseroan. Sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini, pendapatan bersih SCMA turun 3,26% year-on-year (YoY) menjadi Rp4,79 triliun.
Semua segmen pendapatan SCMA mengalami koreksi. Pendapatan iklan, semisal, melemah 3,53% YoY menjadi Rp4,94 triliun dan pendapatan lain-lain mencapai Rp734,17 miliar atau mengalami penurunan sebesar 8,77% YoY.
Sementara itu, MNCN mencetak pendapatan usaha Rp6,04 triliun sepanjang Januari-September 2023. Perolehan tersebut mencerminkan penurunan sebesar 17,54% secara tahunan.
Melemahnya pendapatan usaha MNCN disebabkan oleh cuan segmen iklan yang mencatatkan penurunan secara tahunan. Hingga kuartal III/2023, perseroan meraup pendapatan dari segmen iklan sebesar Rp5,31 triliun atau terkoreksi 16,09 persen YoY.
Perinciannya, segmen iklan nondigital membukukan pendapatan sebesar Rp3,39 triliun atau melemah 23,39% YoY. Adapun pendapatan dari iklan digital hanya bertumbuh 0,66 persen secara tahunan menjadi Rp1,91 triliun pada kuartal III/2023.
Setelah diakumulasikan dengan pendapatan dan beban lain, MNCN mencatatkan laba bersih yang dapat diatribusikan sebesar Rp870,54 miliar atau melemah 47,45% YoY. Laba per saham juga menurun dari Rp125,23 menuju level Rp65,81 per lembar.
Sebelumnya, Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo meyakini kinerja PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN), yang menurun pada kuartal III/2023, akan mulai membaik pada tahun pemilihan umum atau Pemilu 2024.
Hary Tanoesoedibjo atau akrab disapa Hary Tanoe menyatakan perseroan akan terus melaksanakan agenda strategis untuk mengembangkan aset digital perseroan.
Menurutnya, meski lanskap periklanan Indonesia menunjukkan perlambatan, pendapatan segmen digital MNCN tercatat masih meraih pertumbuhan positif sebesar 1% year-on-year (YoY).
“Kami memasuki kuartal terakhir tahun ini dengan keyakinan tinggi dan optimisme besar seiring dengan pemulihan belanja iklan dan periode pemilu yang akan ada di awal tahun 2024,” ujarnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.