Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah hampir kembali ke level sebelum lonjakan akibat meletusnya perang Hamas melawan Israel pekan lalu.
Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (12/10/2023), harga minyak mentah West Texas Intermediate kontrak November 2023 terpantau melemah 0,35 persen atau 0,29 poin ke level US$83,2 per barel pada pukul 08.07 WIB.
Harga minyak WTI hampir kembali ke level penutupan pekan lalu di US$82,79 per barel, sebelum Hamas menyerang Israel dan membuat harga melonjak.
Sementara itu, harga minyak Brent kontrak Desember 2023 terpantau melemah 0,27 persen atau 0,23 poin ke level 85,59 per barel. Brent juga mendekati level penutupan perdagangan pekan lalu di US$84,58 per barel.
Melansir Bloomberg, harga minyak kembali mendingin menyusul laporan bahwa intelijen AS menunjukkan Iran terkejut dengan serangan Hamas terhadap Israel.
Hal ini dapat mengurangi kemungkinan sanksi tambahan terhadap minyak Iran dan membantu mencegah negara ini dan proksi-prokasinya di seluruh Timur Tengah terlibat dalam konflik.
Baca Juga
Melemahnya harga minyak juga didorong oleh data American Petroleum Institute yang melaporkan peningkatan besar persediaan. Namun, persediaan di pusat pengiman minyak WTI di Cushing, Oklahoma, kembali turun menuju level yang sangat rendah setelah kenaikan tipis pekan lalu.
Data resmi akan dirilis pada hari Kamis, begitu juga dengan laporan pasar minyak bulanan dari OPEC dan Badan Energi Internasional.
Kenaikan minyak pekan ini juga dibatasi dibatasi oleh sikap Arab Saudi pada hari Selasa yang menegaskan kembali dukungan untuk upaya kelompok tersebut untuk menyeimbangkan pasar minyak.
Rekor produksi AS yang tinggi dan kemungkinan kesepakatan antara AS dan Venezuela juga telah membantu meredakan kekhawatiran terhadap ketatnya pasokan. Di sisi lain, harga masih sedikit lebih tinggi tahun ini setelah lonjakan pada kuartal terakhir akibat Arab Saudi dan Rusia membatasi produksi.
Secara teknikal, harga minyak juga turun karena pergerakan bearish yang dikenal sebagai gap fill, yang dipicu ketika harga melonjak lebih dari US$3 pada Senin saat serangan Hamas terhadap Israel meningkatkan kekhawatiran tentang ketidakstabilan yang lebih luas di Timur Tengah.
“Lonjakan seperti itu sering kali mendorong tindakan korektif untuk mengisi terobosan harga yang besar sebelum tren baru dapat terbentuk,” kata wakil presiden senior perdagangan BOK Financial Securities Dennis Kissler.
Potensi Sentuh US$100 per Barel
Meskipun harga mulai melemah, Wakil CEO pedagang komoditas Mercuria Magid Shenouda mengatakan bahwa minyak mentah masih berpotensi mencapai US$100 per barel jika situasi di Timur Tengah semakin memburuk.
"Saya rasa tidak banyak analis yang percaya bahwa harga minyak akan mencapai US$100, dalam situasi normal. Saya pikir peristiwa-peristiwa yang terjadi baru-baru ini menempatkan awan besar (di atas) di mana segala sesuatunya dapat terjadi, karena pasar tidak menilai banyak konflik," kata Shenouda.
Ia melanjutkan bahwa volatilitas harga meningkat tetapi pergerakan harga sebenarnya cukup diredam. Naiknya harga minyak sebesar US$3 per barel tidak terlalu signifikan.
Direktur Pelaksana Vitol Bahrain Kieran Gallagher mengamini komentar tersebut tersebut. Ia mengatakan prospek permintaan di kuartal IV/2023 masih cukup sehat, sehingga minyak masih akan berada pada tingkat harga yang sehat.
"Alasan fundamental mengapa kita bisa mencapai $100, itu masih dipertanyakan - saya pikir kita perlu melihat peristiwa geopolitik untuk bisa mencapai itu. Namun, prospek permintaan tentu saja cukup sehat untuk membuat kita tetap berada di sekitar kisaran harga $90,” ungkapnya.