Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mentah kembali menguat setelah tanda-tanda melemahnya permintaan dan kekhawatiran terhadap pertumbuhan global memicu penurunan harian paling tajam dalam lebih dari setahun terakhir.
Harga hari ini pada Kamis (5/10/2023) minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) pada kontrak November 2023 menguat 0,4 persen atau 0,34 poin ke US$84,56 per barel pada pukul 13.00 WIB di New York Mercantile Exchange AS.
Sementara itu, harga minyak Brent kontrak Desember 2023 juga menguat 0,49 persen atau 0,42 poin ke US$86,23 per barel pada pukul 12.59 WIB di bursa ICE Eropa.
WTI naik tipis menuju US$85 per barel setelah menurun 5,6 persen pada hari Rabu (4/10). Penurunan tersebut terjadi setelah data resmi AS yang menunjukan permintaan musiman untuk bensin mencapai level terendah dalam 25 tahun.
Kemudian, cadangan minyak mentah di pusat penyimpanan Cushing, Oklahoma, naik tipis. sementara itu, survei swasta menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan AS menambah jumlah pekerjaan paling sedikit sejak awal tahun 2021.
Penurunan harga minyak mentah sendiri terjadi meskipun ada pengumuman dari Arab Saudi dan Rusia, bahwa pengurangan produksi secara sukarela akan dilaksanakan hingga akhir 2023. OPEC+ juga merekomendasikan tidak ada perubahan terhadap pembatasan kolektif.
Baca Juga
Harga minyak mentah setelah menguat pada kuartal III/2023, dengan harga mencapai US$95 per barel menjelang akhir September 2023, harga pun kemudian melandai.
Meskipun kenaikan tersebut memicu spekulasi bahwa harga minyak akan kembali menyentuh US$100 per barel, namun banyak pihak yang tetap skeptis. Citigroup Inc., mengemukakan argumen bahwa harga akan berbalik arah karena pasar kembali ke surplus.
Penurunan harga yang tajam sendiri terjadi setelah meningkatnya kekhawatiran mengenai kenaikan suku bunga dan perekonomian global yang telah mengguncang pasar saham dan obligasi dalam beberapa pekan terakhir. Jika hal ini dipertahankan, maka akan membantu meredakan tekanan inflasi.
Data pekerjaan bulanan AS pada hari Jumat (6/10/2023) juga akan dinantikan untuk mencari petunjuk mengenai kesehatan perekonomian AS.
Ahli strategi pasar di Saxo Capital Markets Pte di Singapura, Charu Chanana mengatakan bahwa kini fokusnya adalah beralih dari keterbatasan pasokan ke kekhawatiran permintaan.
“Kita masih bisa melihat lonjakan harga minyak pada kuartal keempat di tengah kekhawatiran defisit, namun memasuki tahun 2024, kekhawatiran resesi bisa semakin besar dan membatasi kenaikan," ungkapnya seperti dikutip Bloomberg, Kamis (5/10/2023).
Pada Rabu (4/10) Arab Saudi dan Rusia, dua anggota OPEC+ yang paling berpengaruh, mengatakan bahwa mereka akan tetap menerapkan pembatasan pasokan, yang totalnya sekitar 1,3 juta barel per hari. Pembatasan ini menguras persediaan dimana Cushing mendekati tingkat yang dianggap minimum untuk beroperasi.
Analis Citi termasuk Francesco Martoccia dan Ed Morse mengatakan bahwa reli minyak telah berbalik arah karena pasar obligasi telah memberi sinyal pelemahan ekonomi dan permintaan bensin AS terus menurun.
“Jatuhnya harga kemungkinan menjadi informasi bagi keputusan OPEC+ untuk tetap melakukan pengurangan produksi hingga akhir tahun,” jelas mereka.
Harga minyak yang jatuh akan menjadi dorongan baik bagi para pembeli utama termasuk Asia. Pada awal pekan ini, Menteri Perminyakan India Hardeep Puri mengatakan bahwa harga harus turun ke level sekitar US$80 per barel agar baik bagi konsumen.
Setelah penurunan pada pertengahan pekan, indikator kunci terus menunjukan kondisi yang ketat. Spread harga prompt WTI, yakni perbedaan antara dua kontrak terdekatnya sebesar US$1,67 per barel dalam backwardation, pola yang mendukung kenaikan harga.
Meskipun angka tersebut turun dari lebih dari US$2 per barel minggu lalu, namun masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan 68 sen sebulan yang lalu.