Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah kembali bertekuk lutut di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan kuartal IV/2023. Sepanjang 2023, nilai tukar rupiah pun sukar beranjak dari level Rp15.000, bahkan berisiko terus melemah hingga di atas Rp16.000 tanpa adanya intervensi dari Bank Indonesia (BI).
Mengacu data Bloomberg, mata uang rupiah ditutup melemah 0,45 persen atau 70 poin ke posisi Rp15.530 di hadapan dolar AS pada Senin, (2/10/2023). Sementara itu, indeks mata uang Negeri Paman Sam terpantau naik 0,35 persen ke level 106,54.
Analis Pasar Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong mengatakan, rupiah dan mata uang utama dunia lainnya umumnya melemah terhadap dolar AS yang kembali menguat setelah pemerintah Joe Biden berhasil menghindari government shutdown.
"Rupiah khususnya tertekan oleh data yang menunjukkan moderasi pada inflasi, di mana kenaikan secara tahunan telah mendekati ambang batas bawah dari target range BI, memicu ekspektasi apabila BI akan menurunkan suku bunga," ujar Lukman kepada Bisnis, Senin, (2/10/2023).
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada September 2023 turun ke level 2,28 persen (year-on-year/yoy). Tren penurunan inflasi yang secara konsisten berlangsung sejak Maret 2023 ini juga mencatatkan level terendahnya dalam 19 bulan terakhir. Sementara itu, BI masih menahan suku bunga acuan di level 5,75 persen.
Kendati inflasi menurun, Lukman mengatakan pergerakan rupiah pekan ini masih akan tertekan, terutama menjelang rilis data ketenagakerjaan non-pertanian AS (non-farm payroll/NFP) September 2023 yang akan rilis pada Jumat, (6/10/2023).
Baca Juga
"Pekan ini rupiah diperkirakan masih akan tertekan. Dengan investor mengantisipasi serangkaian data ekonomi dari AS seperti NFP dan cadangan devisa Indonesia yang diperkirankan akan menurun. Sentimen eksternal lain yang menekan rupiah adalah ekonomi di China yang sampai saat ini masih mengecewakan," kata dia.
Mengacu data Investing, data non-farm payroll periode Agustus 2023 sebanyak 187.000 pekerjaan. Namun, tingkat pengangguran melonjak secara tak terduga menjadi 3,8 persen dari 3,5 persen pada Juli, mencerminkan dampak dari suku bunga yang tinggi. Alhasil, Lukman memprediksi data NFP AS September lebih rendah dari Agustus 2023.
Dengan sederet sentimen tersebut, Lukman mengatakan rupiah berisiko melanjutkan tren pelemahan hingga akhir tahun, bahkan bisa tembus ke atas level Rp16.000 jika tidak adanya intervensi dari BI.
"Tanpa intervensi dari BI, rupiah berisiko naik di atas Rp16.000, saya melihat target realistis BI adalah mempertahankannya di bawah Rp16.000," pungkasnya.