Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Dibuka Lesu ke Rp15.510 saat Dolar AS Makin Perkasa

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada perdagangan awal pekan ini, Senin (2/10/2023) jelang rilis data inflasi.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada perdagangan awal pekan ini, Senin (2/10/2023) jelang rilis data inflasi. Bisnis/Suselo Jati
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada perdagangan awal pekan ini, Senin (2/10/2023) jelang rilis data inflasi. Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada perdagangan awal pekan ini, Senin (2/10/2023). Sejalan dengan pelemahan rupiah, mayoritas mata uang lain di kawasan Asia juga terpantau loyo pada pagi ini. 

Mengutip data Bloomberg, nilai tukar rupiah melemah 0,32 persen atau turun 50 poin ke level Rp15.510 per dolar as. Sebaliknya, indeks dolar AS justru menguat tipis 0,05 persen atau 0,06 poin ke posisi 106,22. 

Nasib yang sama juga dialami oleh mayoritas mata uang lain di kawasan Asia, misalnya saja seperti yen Jepang yang terkoreksi 0,26 persen atau 0,3 poin ke 149,76. 

Selanjutnya adalah dolar Hong Kong yang melemah tipis 0,01 persen, dolar Singapura melemah 0,12 persen, dolar Taiwan melemah 0,01 persen, won Korea melemah 0,26 persen. 

Kemudian ada peso Filipina yang turun 0,27 persen, baht Thailand turun 0,52 persen, ringgit Malaysia turun 0,12 persen. 

Di sisi lain, dua mata uang lain justru tercatat menguat pada pembukaan perdagangan hari ini. Mereka adalah yuan China yang menguat persen 0,19 persen dan rupee India yang menguat 0,18 persen. 

Sebelumnya, rupiah diperkirakan masih akan bergerak fluktuatif seiring masih tingginya nilai indeks dolar AS. Mata uang negara Paman Sam itu bahkan hampir mendekati level tertingginya dalam 10 bulan terakhir pada Rabu (27/9/2023) di tengah kekhawatiran kenaikan suku bunga acuan The Fed. 

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyebut bahwa kekhawatiran akan kenaikan suku bunga itu muncul setelah The Fed mengeluarkan pernyataan bernada hawkish dalam pertemuannya baru-baru ini. 

Hal ini pun akhirnya berdampak pada kenaikan imbal hasil treasury AS  dalam beberapa hari terakhir lantaran para pedagang tengah menyesuaikan diri dengan kondisi moneter, yang tetap ketat lebih lama dari perkiraan semula.   

Sementara itu, dari dalam negeri kenaikan harga minyak mentah dunia akibat dihentikannya ekspor bensin dan solar dari Rusia ke Eropa dan Inggris membuat harga bensin dan solar terus mengalami kenaikan.  

Dengan musim dingin yang akan datang sebentar lagi, hal tersebut membuat harga-harga komoditas lainnya ikut merangkak naik dan akan berdampak ke inflasi inti.   

Sementara itu, pemerintah juga masih mengantisipasi permintaan dolar yang cukup besar di akhir kuartal III/2023, di mana banyak perusahaan yang listing di Bursa, baik perusahaan BUMN maupun swasta haru membagikan dividen ke investor.   

Periode pencairan dividen setiap tahunnya biasanya terjadi pada Mei dan September 2023. Permintaan dolar AS di dalam negeri akan meningkat 1-2 bulan sebelum pencairan dividen. 

“Ini juga yang menjadi alasan rupiah berada dalam tren pelemahan hingga saat ini," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper