Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah dibuka melemah pada perdagangan hari ini, Selasa (12/9/2023). Pelemahan ini terjadi di tengah menguatnya dolar Amerika Serikat (AS) menjelang pengumuman data inflasi pada pekan ini.
Mengutip data Bloomberg, rupiah melemah 11,50 poin atau 0,08 persen menuju level Rp15.341 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS mengalami penguatan sebesar 0,05 persen ke 104,61.
Sementara itu, mata uang lain di kawasan Asia dibuka bervariasi. Won Korea, misalnya, menguat 0,38 persen, yen Jepang menguat 0,03 persen, sementara yuan China menguat 0,04 persen. Adapun rupee India turun 0,10 persen, ringgit Malaysia melemah 0,05 persen, baht Thailand turun 0,16 persen, dan peso Filipina melemah 0,13 persen.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pergerakan nilai tukar akan berfokus pada pengumuman data inflasi AS dan harga produsen pada pekan ini.
Menurutnya, data-data tersebut akan dipelajari secara cermat oleh pelaku pasar guna mendapatkan petunjuk lebih lanjut terkait kebijakan moneter dan jalur suku bunga.
“Fed secara luas diperkirakan bakal mempertahankan suku bunganya pada pertemuan minggu depan, namun data yang menunjukkan inflasi tetap stabil dapat menunjukkan kenaikan lagi pada akhir tahun ini,” ujarnya dalam riset harian, Senin (11/9).
Baca Juga
Sementara itu, inflasi konsumen China kembali ke level positif pada Agustus. Pada saat bersamaan, inflasi harga juga turun lebih lambat dibandingkan pada awal tahun ini.
Data tersebut ditambah dengan langkah otoritas Beijing yang saat ini lebih cenderung mendukung sektor properti. Upaya tersebut bertujuan menumbuhkan optimisme terhadap pemulihan ekonomi di negara importir tembaga terbesar di dunia ini.
“Namun, data lain pada bulan Agustus masih memberikan gambaran beragam mengenai perekonomian Tiongkok, yang sedang berjuang menghadapi perlambatan pemulihan pasca-Covid,” ujar Ibrahim.
Dari sisi internal, dia menuturkan pelaku pasar memperkirakan The Fed baru akan menaikkan suku bunga acuan pada kuartal IV/2023. Adapun The Fed akan mengumumkan keputusan kebijakan Fed Fund Rate (FFR) pada 20 September mendatang.
Menurutnya, The Fed ke depan masih akan memberikan tekanan pada pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia lantaran ada potensi kenaikan hingga dua kali lipat.
“Suku bunga The Fed akan berpotensi meningkat hingga 6 persen bahkan juga ada probabilitas akan naik dua kali lipat karena inflasi masih tinggi dan ekonomi masih kuat,” ujarnya.
Kendati demikian, stabilitas nilai tukar rupiah diperkirakan tetap terjaga sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian Indonesia, serta inflasi yang rendah. Begitu pula dengan imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik.
Apalagi Bank Indonesia (BI) juga terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas, yakni efektivitas implementasi instrumen penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE), serta penerbitan instrumen operasi moneter untuk mendukung pendalaman pasar uang, dan mendorong masuknya aliran portofolio asing.