Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Simak Katalis Saham Mineral Mulai dari ANTM, INCO, hingga NCKL di Semester II/2023

Analis melihat saham logam mineral seperti nikel dan emas masih berpotensi untuk bullish di semester II/2023.
Ilustrasi emas batangan/ Bloomberg
Ilustrasi emas batangan/ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Beberapa emiten mineral seperti logam dan emas telah mengeluarkan laporan kinerjanya selama semester I/2023. Beberapa emiten tersebut mencatatkan peningkatan kinerja sepanjang paruh pertama 2023. 

Seperti misalnya kinerja PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) yang mencatatkan peningkatan 16,73 persen secara tahunan atau year on year (YoY), menjadi US$658,96 juta, dari US$564,53 juta. 

Laba bersih INCO pun tercatat meningkat 12 persen menjadi US$168,5 juta, dari US$150,4 juta secara tahunan.

Begitu pula dengan kinerja emiten emas pelat merah, PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) yang naik 15,39 persen menjadi Rp21,6 triliun di semester I/2023. Pendapatan ANTM naik dari Rp18,77 triliun secara tahunan. 

Laba bersih ANTM pun meningkat 23,85 persen dari Rp1,52 triliun di semester I/2022, menjadi Rp1,88 triliun di semester I/2023. 

Head of Research OCBC Sekuritas Budi Rustanto mengatakan pihaknya melihat bullish terhadap komoditas mineral, yakni nikel dan emas. 

"Jadi kalau kita lihat nikel ini penggunaannya terutama untuk yang kelas satu, untuk bahan baku, baterai listrik, masih sangat tinggi. Jadi demand-nya masih sangat baik," ucap Budi dalam Webinar Market Outlook OCBC Sekuritas, dikutip Minggu (3/9/2023).

Secara jangka panjang, lanjut Budi, sektor nikel menjadi salah satu fokus sektor yang masih bullish. Sektor mineral lain yakni emas, menurutnya memiliki peluang bullish karena merupakan safe haven.

Menurutnya, apabila terjadi turbulensi, maka harga emas akan relatif meningkat. 

Sementara itu, Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan mengatakan sentimen di sektor logam saat ini cukup negatif seiring dampak obligasi yang gagal bayar dari LFGV.  Hal tersebut menurutnya membuat iklim investasi real estate cukup tertekan. 

"Saya melihat jika hal tersebut juga berdampak negatif pada permintaan baja ya yang mana bahan baku utamanya itu nikel pig iron," ujar Felix dihubungi Bisnis, Jumat (1/9/2023).

Di satu sisi, lanjut dia, tahun ini produksi dari nikel naik, khususnya di Indonesi dan Filipina. Hal tersebut menjadi pemberat untuk harga logam.

"Menurut saya di semester II/2023 nanti patut dicermati bagaimana akhir dari kasus gagal bayar tersebut, dan juga insentif dari pemerintah China maupun PBoC terkait sektor properti ini. Baru-baru ini ada insentif untuk penurunan tingkat DP menjadi 20 persen untuk buyer pertama sehingga diharapkan dapat menstiumlasi sektor properti," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper