Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ARB-ARA Simetris Berlaku Pekan Depan, Asosiasi Emiten Sambut Positif

Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menyambut positif kebijakan ARB-ARA simetris yang akan ditetapkan pekan depan, Senin, 4 September 2023.
Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menyambut positif kebijakan Auto Rejection Bawah (ARB) dan Auto Rejection Atas (ARA) simetris yang akan ditetapkan pekan depan, Senin, 4 September 2023. Dengan kebijakan tersebut, maka ARA dan ARB suatu emiten dapat menyentuh maksimal 35 persen.. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menyambut positif kebijakan Auto Rejection Bawah (ARB) dan Auto Rejection Atas (ARA) simetris yang akan ditetapkan pekan depan, Senin, 4 September 2023. Dengan kebijakan tersebut, maka ARA dan ARB suatu emiten dapat menyentuh maksimal 35 persen.. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menyambut positif kebijakan Auto Rejection Bawah (ARB) dan Auto Rejection Atas (ARA) simetris yang akan ditetapkan pekan depan, Senin, 4 September 2023. Dengan kebijakan tersebut, maka ARA dan ARB suatu emiten dapat menyentuh maksimal 35 persen.

Ketua Umum AEI Budiarsa Sastrawinata mengatakan, dengan situasi dan kondisi pasar modal Indonesia yang relatif lebih kondusif pasca-pandemi, maka kebijakan ARB simetris tidak akan terlalu berdampak signifikan ke emiten-emiten, terutama yang memiliki fundamental yang baik.

"Dengan kondisi pandemi yang mereda, maka aturan ARB juga kembali ke regulasi normal. Dampaknya ke emiten, jika dalam keadaan normal dengan fluktuasi seperti itu saya rasa tidak akan terjadi penurunan yang terlalu dalam," ujar Budiarsa kepada Bisnis, pada Kamis, (31/8/2023).

Kendati demikian, dia mengatakan investor juga perlu mencermati terkait emiten dengan harga saham tertentu yang bisa anjlok hingga 35 persen dalam sehari.

"Investor juga harus tetap hati-hati, tapi memang kalau keadaan sedang kondusif seperti sekarang kami cukup optimistis dengan kebijakan ARB simetris. Investor juga pasti akan melakukan due dilligence juga kan, perusahaan mana yang akan mereka investasikan," katanya.

Sebagai informasi, saham di harga Rp50-Rp200 berlaku ARA 35 persen dan ARB 35 persen. Kemudian, saham dengan harga Rp200—Rp5.000 akan berlaku ARA 25 persen dan ARB 25 persen, serta saham dengan harga lebih dari Rp5.000 berlaku ARA 20 persen dan ARB 20 persen.

Meninjau ke belakang, Bursa Efek Indonesia (BEI) sejatinya sudah menerapkan aturan ARB simetris tersebut pada awal 2017 silam, melalui surat keputusan direksi BEI dengan Nomor Kep-00113/BEI/12-2016 perihal peraturan nomor II-A tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas.

Kemudian, ketika Indonesia dihantam pandemi pada Maret 2020, BEI menetapkan kebijakan ARB asimetris dengan membatasi ARB maksimal 7 persen untuk seluruh fraksi harga, sedangkan rentang ARA berada di 20 hingga 35 persen dengan tujuan meredakan kepanikan investor kala IHSG anjlok.

Sehingga saat ini, BEI akan kembali memberlakukan aturan ARB simetris ke level pra-pandemi, yang dibagi dalam dua tahap. Tahap I telah berlaku sejak 5 Juni 2023 hingga saat ini, dengan batas ARB yang diatur adalah maksimal 15 persen. Penerapan ARB simetris merupakan salah satu mekanisme normalisasi kebijakan relaksasi pandemi dari BEI.

Senada, Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan, dengan kembalinya aturan ARB simetris seperti kebijakan lama tidak akan berpengaruh terhadap investor, karena saham yang bisa anjlok hingga 35 persen hanya saham di kisaran harga Rp50-Rp200.

Menurut Arjun, saham yang bisa anjlok hingga 35 persen dalam satu hari adalah saham small cap atau yang kerap disebut "saham gorengan", bukan saham emiten blue chip atau big cap. Dia bilang, biasanya saham small cap menjadi incaran para pelaku trader yang mengejar untung besar dalam jangka waktu singkat, atau tergolong risk trader.

"Saham tidak mungkin akan turun sebesar 35 persen kecuali itu saham gorengan atau kalau ada berita buruk terkait emiten tersebut seperti laba yang anjlok, dan biasanya bisa diprediksi oleh analis sebelum terjadi, atau kasus korupsi, penipuan, dan-lain-lain, namun ini jarang terjadi," katanya kepada Bisnis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper