Bisnis.com, JAKARTA — Langkah lembaga pemeringkat utang global Fitch Ratings menurunkan peringkat utang jangka panjang Amerika Serikat dari AAA ke AA+ dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Mata uang rupiah cenderung tetap stabil ditopang oleh fundamental perekonomian nasional.
Penurunan tingkat utang AS sendiri didorong oleh faktor meningkatnya risiko pelebaran defisit anggaran AS menjadi -6,3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2023. Selain itu, resesi ekonomi negara AS diperkirakan berlangsung pada akhir 2023.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengemukakan penurunan peringkat utang Amerika Serikat mengindikasikan penurunan kondisi fiskal AS yang diperkirakan akan terjadi dalam tiga tahun ke depan. Hal ini tecermin pada beban utang pemerintah AS yang tinggi dan terus meningkat. Selain itu, pembahasan batas utang yang berulang juga menggambarkan tata kelola pemerintahan AS.
“Standar tata kelola pemerintahan cenderung mengalami tren memburuk selama 20 tahun terakhir, termasuk dalam hal fiskal dan utang, terlepas dari kesepakatan untuk menangguhkan batas utang hingga Januari 2025,” kata Josua, Rabu (2/8/2023).
Kebuntuan politik dalam pembahasan batas utang yang berulang kali terjadi dan resolusi-resolusi di menit-menit terakhir disebut Josua telah mengikis kepercayaan terhadap manajemen fiskal Amerika Serikat.
Selain itu, pemerintah Amerika Serikat tidak memiliki kerangka fiskal jangka menengah dan memiliki proses penganggaran yang kompleks. Faktor-faktor tersebut, lanjutnya, telah mendorong peningkatan utang yang cukup signifikan selama dekade terakhir.
Baca Juga
Sementara itu di dalam negeri, kondisi fiskal Indonesia cenderung menunjukkan kondisi yang terus membaik. Hal ini terindikasi dari konsolidasi fiskal yang dapat tercapai lebih cepat dari perkiraan.
“Hal ini didorong oleh peningkatan penerimaan negara yang solid serta didukung kebijakan yang terkalibrasi dengan baik,” lanjutnya.
Josua tidak memungkiri jika penurunan peringkat utang jangka panjang AS berpotensi mendorong risk-off sentiment di pasar keuangan global, termasuk pasar keuangan negara berkembang dalam jangka pendek.
Pada perdagangan sesi pagi, rupiah cenderung melemah terhadap dolar AS. Josua mengatakan penurunan peringkat utang AS berimplikasi pada peningkatan cost borrowing pemerintah AS, sehingga berpotensi mendorong yield UST.
“Akibatnya, investor akan menempatkan investasi ke safe-haven asset lainnya,” kata Josua.
Namun dengan mempertimbangkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang solid dan berbagai kebijakan dalam rangka stabilisasi nilai tukar dari pemerintah dan Bank Indonesia, Josua memperkirakan nilai tukar rupiah relatif stabil.
“Sekalipun melemah, diperkirakan cenderung terbatas dan bersifat sementara,” katanya.