Bisnis.com, JAKARTA — Emiten konstruksi PT PP Presisi Tbk. (PPRE) mencatatkan penurunan pendapatan dan laba sepanjang enam bulan pertama tahun ini.
Menyitir laporan keuangan konsolidasian per 30 Juni 2023, pendapatan usaha perseroan mencapai Rp1,68 triliun atau turun 2,87 persen secara year-on-year (yoy).
Perinciannya, pendapatan dari konstruksi turun 0,95 persen yoy dari posisi Rp1,61 triliun menjadi Rp1,59 triliun. Kemudian, pendapatan ready mix anjlok 49,87 persen yoy menjadi Rp37,37 miliar, sementara pendapatan sewa sebesar Rp48,54 miliar atau naik 5,99 persen.
Pada periode yang sama, PPRE tercatat mampu menekan beban pokok pendapatan secara tahunan atau dari Rp1,46 triliun menjadi Rp1,40 triliun. Hal ini pun membuat laba kotor PPRE mencapai Rp273,31 miliar atau naik tipis 2,40 persen yoy.
Akan tetapi, setelah dikurangi berbagai biaya, laba yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sepanjang semester I/2023 mencapai Rp34,63 miliar. Jumlah tersebut mengalami penurunan tajam sebesar 25,12 persen atau dari posisi Rp46,255 miliar pada semester I/2022.
Emiten dengan kode saham PPRE itu mencatatkan penurunan aset sebesar 5,92 persen yoy menjadi Rp7,35 triliun pada semester I/2023. Adapun liabilitas mencapai Rp4,15 triliun atau turun 12,86 persen secara tahunan, sementara ekuitas tumbuh 4,91 persen menjadi Rp3,2 triliun.
Baca Juga
Perseroan juga mencatatkan saldo arus kas setara kas sepanjang paruh pertama tahun ini sebesar Rp77,56 miliar. Perolehan ini merosot 84,63 persen secara tahunan atau dari Rp504.80 miliar.
Dalam pemberitaan Bisnis sebelumnya, PPRE menargetkan bisa memperoleh kontrak baru dari lini bisnis jasa pertambangan dengan nilai Rp6 triliun sampai Rp7 triliun pada 2023.
Selain itu, persentase kontribusi kontrak jasa pertambangan diharapkan melampaui capaian 2022 yang mencapai 55 persen dari total pendapatan.
Direktur Utama PP Presisi I Gede Upeksa Negara mengatakan target ini bakal didukung oleh momentum pertumbuhan sektor pertambangan Indonesia, serta kebijakan perluasan penghiliran untuk mendukung kebijakan Energi Baru Terbarukan (EBT).
“Kami percaya saat ini adalah waktu yang tepat untuk memfokuskan sumber daya dan energi kami di sektor jasa pertambangan seperti perolehan kontrak baru dengan target kontrak baru dalam rentang Rp6 triliun sampai Rp7 triliun,” kata Gede Upeksa awal Juni 2023.
Target tersebut mencerminkan kenaikan sebesar 20—30 persen dibandingkan dengan capaian 2022. Gede Upeksa mengatakan perolehan kontrak jasa pertambangan terus memperlihatkan kenaikan dari tahun ke tahun.
Dalam upaya untuk perluasan portofolio pertambangan, dia mengatakan PPRE telah mengumumkan rencana untuk merambah pertambangan mineral lainnya seperti bauksit dan emas, selain pertambangan nikel yang saat ini sedang dikerjakan.