Bisnis.com, JAKARTA — Dua emiten konstruksi swasta, yakni PT Acset Indonusa Tbk. (ACST) dan PT Total Bangun Persada Tbk. (TOTL) telah menyampaikan realisasi nilai kontrak baru yang diraih sampai dengan semester I/2023.
Corporate Secretary ACST Kadek Ratih Paramita Absari mengatakan bahwa perseroan membukukan kontrak baru senilai Rp1,6 triliun hingga akhir Juni 2023. Meski tidak merinci, jumlah itu disebut meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, raihan kontrak baru ACST pada semester pertama 2022 mencapai Rp516,4 miliar, naik 169,8 persen dari Rp191,4 miliar pada periode yang sama tahun 2021.
Ratih menyampaikan bahwa sejauh ini ACST berpartisipasi aktif dalam berbagai peluang guna memenuhi pencapaian target sepanjang tahun ini.
Meski tidak menyebutkan nilai target, perseroan dinilai akan berupaya mencapai target yang telah ditetapkan dengan memerhatikan kompetensi dan kapasitas perseroan di bidang fondasi, struktur bangunan, serta infrastruktur.
“Selain itu, kami akan tetap fokus pada penyelesaian proyek sesuai dengan jadwal yang ditentukan sebelumnya,” kata Ratih kepada Bisnis, pekan lalu.
Baca Juga
Dari sisi kinerja, sampai dengan kuartal I/2023, ACST tercatat membukukan pendapatan sebesar Rp360,35 miliar hingga kuartal I/2023. Pendapatan tersebut naik 24,21 persen dari Rp290,11 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau year-on-year (yoy).
Secara rinci, pendapatan dari pihak ketiga untuk jasa konstruksi mencapai Rp133,5 miliar, jasa penunjang konstruksi Rp18,71 miliar, dan perdagangan Rp14,38 miliar.
Adapun Total Bangun Persada atau TOTL melaporkan realisasi kontrak baru yang diraih perseroan hingga semester I/2023 mencapai Rp1,33 triliun.
“Nilai kontrak baru sampai dengan akhir Juni 2023 adalah sebesar Rp1,33 triliun, naik dibandingkan dengan akhir Juni 2022 sebesar Rp650,44 miliar,” ujar Sekretaris Perusahaan TOTL Anggie S. Sidharta kepada Bisnis.
Anggie menuturkan kontrak baru tersebut meliputi konstruksi gedung hotel, pusat perbelanjaan, industri, mixed used dan lain-lain. Adapun proyek swasta mendominasi portofolio perusahaan.
Sepanjang tahun ini, TOTL berencana membidik nilai kontrak baru di kisaran Rp2,6 triliun. Dalam pemberitaan Bisnis sebelumnya, perseroan memperkirakan laba mencapai Rp95 miliar.
Untuk mencapai target tersebut, TOTL berupaya menekan profit margin agar dapat bersaing dalam proses tender seiring dengan banyaknya kompetitor, baik asing maupun swasta.
Perseroan juga disebut akan lebih berhati-hati dalam menjaga arus kas secara positif, sembari melakukan optimalisasi dan efisiensi.
“Untuk tetap dapat bersaing dengan para kompetitor pada proses tender, TOTL perlu menekan profit margin. Terlebih lagi, banyak bermunculan kontraktor privat dan asing,” kata Anggie.
Sepanjang 2022, TOTL memperoleh nilai kontrak baru sebesar Rp2,58 triliun sepanjang 2022. Capaian itu meningkat 22,85 persen dari capaian Rp2,1 triliun pada 2021.
Beberapa proyek pembangunan yang diperoleh dari kontrak baru sepanjang tahun lalu, antara lain, sekolah, hotel, pusat perbelanjaan, industri, perkantoran, dan bangunan mixed-used.
PROSPEK EMITEN KONSTRUKSI
Dihubungi terpisah, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Martha Christina, mengatakan kondisi sektor konstruksi pada 2023 memang cukup menantang karena tersengat sejumlah faktor, mulai tingginya tingkat suku bunga hingga pilihan pembiayaan yang terbatas.
“Karena dari sisi suku bunga yang cukup tinggi, sehingga membuat beban bunga meningkat. Selain itu opsi pembiayaan juga semakin terbatas dengan kebijakan moneter yang ketat,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (24/7/2023).
Selain itu, kehadiran warsa politik yang berlangsung sejak tahun ini dan bakal berlanjut hingga 2024 juga menjadi salah satu faktor penghambat.
Menurut Martha, keberadaan tahun politik membuat pemilik kontrak cenderung wait and see, terutama pihak swasta yang lebih menahan diri hingga mendapatkan kepastian pada tahun depan.
Di sisi lain, meningkatnya anggaran infrastruktur dinilai dapat menjadi katalis positif bagi sektor ini. Menyitir laporan Data Indonesia, pemerintah mengalokasikan anggaran infrastruktur sebesar Rp392 triliun di dalam APBN 2023, meningkat 7,75 persen dari tahun lalu.
“Saya melihat sektor ini menarik dilirik untuk tahun depan, seiring rencana infrastruktur dan pemerintah yang baru. Namun, untuk semester dua, diperkirakan pergerakan harganya terbatas,” tutur Martha.
Sebagai catatan, sejumlah emiten konstruksi baik BUMN Karya maupun swasta mencatatkan kinerja saham yang melempem secara year-to-date (ytd).
Hingga Senin (24/7), emiten konstruksi pelat merah seperti PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), PT PP (Persero) Tbk. (PTPP), dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) terpantau parkir di zona merah sepanjang tahun berjalan.
Saham WIKA, misalnya, melemah 38,50 persen sepanjang tahun berjalan. Kondisi serupa juga diikuti PTPP yang turun 11,89 persen ytd, sementara WSKT anjlok 43,89 persen. Sebagai informasi, perdagangan saham WSKT dihentikan sementara sejak 8 Mei lalu.
Dari emiten konstruksi swasta, saham ACST terpantau melemah 8,92 persen secara ytd. Selain itu, PT Bangun Karya Perkasa Jaya Tbk. (KRYA) juga melempem 84,12 persen ytd.
_______
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.