Bisnis.com, JAKARTA — Emiten perkebunan sawit PT Teladan Prima Agro Tbk. (TLDN) memperkirakan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tetap berpeluang rebound pada semester II/2023 seiring dengan ekspektasi permintaan yang tetap kuat.
Berdasarkan laporan Bloomberg, harga CPO bergerak naik di tengah kenaikan ekspor Malaysia sepanjang Juli 2023. Meski demikian, regulasi ekspor Indonesia selaku produsen terbesar CPO cenderung membuat trader waspada.
Harga kontrak CPO teraktif di Bursa Derivatif Malaysia bergerak naik 0,87 persen ke level 3.933 ringgit per ton pada penutupan perdagangan Senin (17/7). Kenaikan itu berhasil sedikit mengikis kerugian sepanjang 2023 yang saat ini mencapai -2,44 persen.
Menurut Intertek Testing Services, ekspor CPO Malaysia, produsen terbesar kedua di dunia, melonjak 19 persen selama 1–15 Juli dibandingkan dengan periode yang sama bulan sebelumnya. Kenaikan didorong oleh permintaan yang lebih kuat dari India, Afrika, serta China dan Eropa.
Surveyor kargo lainnya, AmSpec Agri, melaporkan peningkatan ekspor sebesar 17 persen.
Namun, para trader tetap waspada karena aturan baru Indonesia yang mengatur para eksportir sumber daya alam, termasuk minyak nabati, untuk menyimpan 30 persen devisa hasil ekspor ke dalam sistem keuangan domestik selama jangka waktu tertentu.
Baca Juga
Aturan ini mulai diterapkan pada Agustus yang salah satu tujuannya untuk membantu meningkatkan pasokan dolar dan mengurangi tekanan pada mata uang lokal.
“Eksportir Indonesia mungkin menghadapi masalah modal kerja jika 30 persen pendapatan mereka diblokir. Mereka bisa saja membebankan biaya tambahan kepada pembeli,” kata Thiagarajan.
Head of Corporate Finance and Strategy TLDN Wasisto Budi Sulistio mengatakan pergerakan harga CPO pada semester II/2023 masih spekulatif jika melihat situasi perekonomian global saat ini.
Meski demikian, dia mengharapkan perekonomian China sebagai salah satu importir CPO terbesar tetap tumbuh positif. Riset terbaru S&P Global memproyeksikan ekonomi China tumbuh 5,2 persen YoY pada tahun ini, lebih tinggi dari realisasi 2022 sebesar 3 persen yoy. Sementara itu, ekonomi Indonesia pada tahun ini diprediksi tumbuh di level 5 persen YoY.
“Dengan demikian harapannya demand CPO baik dari dalam dan luar negeri meningkat hingga akhir tahun, sehingga memberikan peluang harga CPO rebound,” katanya kepada Bisnis belum lama ini.
Meski demikian, Wasisto mengatakan perkembangan gejolak geopolitik Rusia-Ukraina yang menyebabkan krisis energi di sejumlah negara masih menjadi salah satu penentu harga komoditas.
“Tren harga minyak nabati lainnya juga akan mempengaruhi harga CPO ke depan. Selain itu, sentimen dari the Fed terkait arah suku bunga pun menjadi faktor penentu,” katanya.