Bisnis.com, JAKARTA – Obligasi korporasi masih memiliki daya tarik bagi investor yang memburu imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan imbal hasil obligasi pemerintah (SUN).
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan minat investor terhadap obligasi korporasi masih sangat positif. Hal itu sejalan dengan semakin rendahnya yield SUN sehingga investor membutuhkan alternatif investasi yang dapat memberikan yield yang lebih tinggi.
“Selain memburu imbal hasil yang lebih tinggi [dibanding SUN], obligasi korporasi juga masih memiliki risk premium yang stabil,” katanya kepada Bisnis, Minggu (16/7/2023). Hal tersebut menurut Handy dapat terlihat dari penerbitan-penerbitan obligasi korporasi baru-baru ini. Imbal hasil yang ditawarkan masih stabil yang disebabkan oleh kondisi likuiditas rupiah yang tinggi serta pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dirasa relatif solid.
Korporasi yang menggalang dana dengan menerbitkan surat utang contohnya PT Wahana Inti Selaras (WISEL) yang berencana menerbitkan Obligasi II Wahana Inti Selaras Tahun 2023 dengan target nilai penerbitan sebanyak-banyaknya Rp3 triliun yang akan dibagi dalam 3 tenor penerbitan.
Kemudian PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) yang menyelesaikan penerbitan Obligasi Berkelanjutan VI Tower Bersama Infrastructure Tahap I Tahun 2023, dalam program obligasi baru senilai Rp20 triliun. Total obligasi yang diterbitkan tahap I ini adalah sebesar Rp1,5 triliun.
Menurut Handy, masing-masing korporasi memiliki daya tarik sendiri untuk surat utang yang mereka terbitkan.“Berapa peringkatnya tentu tergantung dari emitennya, agak susah membandingkannya jadinya,” katanya. Selain bergantung pada korporasi yang menawarkan obligasi, daya tarik juga bergantung pada jenis investor.
Baca Juga
Umumnya, investor obligasi berasal dari manager investasi reksa dana, dana pensiunan, asuransi, perbankan maupun ritel. Obligasi dengan tenor lebih pendek akan banyak dilirik oleh manager investasi reksa dana sementara untuk tenor menengah maupun lebih panjang akan dilirik oleh dana pesiun dan asuransi.
Handy menjelaskan selain mempengaruhi minat investor, penurunan imbal hasil SUN tentu berdampak pada penurunan cost of fund penerbitan obligasi korporasi karena yield SUN selalu dijadikan benchmark penetapan kupon obligasi korporasi.
Berdasarkan data investing, per 14 Juli 2023 imbal hasil SUN tenor 10 tahun tercatat sebesar 6,24 persen. Posisi tersebut naik 0,93 persen dibandingkan hari sebelumnya. Di sisi lain, yield SUN sepanjang semester II diperkirakan dapat turun ke level 6 persen.
Senior Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto menjelaskan turunnya yield tersebut disebabkan oleh inflasi stabil fiskal yang stabil serta rupiah yang terlihat stabil dengan stabilisasi terukur. “Yield bisa ke kisaran 6,0 persen,” pungkas Rully.