Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah emiten farmasi melaporkan penurunan kinerja penjualan obat ritel pada kuartal I/2023 akibat penurunan kasus Covid-19 dan berakhirnya status pandemi. Meski demikian, emiten farmasi dengan diversifikasi produk tetap memiliki prospek kinerja yang baik pada 2023.
Head of Research Surya Fajar Sekuritas Raphon Prima mencatat emiten farmasi yang telah merambah produk suplemen kesehatan seperti PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO) dan PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) cenderung memiliki kinerja kuartal I/2023 yang stabil.
SIDO melaporkan kenaikan penjualan sebesar 3,04 persen pada kurun tiga bulan pertama 2023, dari Rp880,49 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya menjadi Rp907,30 miliar. Kenaikan penjualan ini dicetak Sido Muncul meskipun penjualan segmen farmasi turun tajam 45,53 persen secara tahunan dari Rp42,75 miliar menjadi Rp23,28 miliar.
Sementara itu, Kalbe Farma melaporkan kenaikan penjualan hingga 12,16 persen year on year (YoY) dari Rp7,01 triliun menjadi Rp7,86 triliun. Kenaikan penjualan diikuti dengan kenaikan laba bersih sebesar 2,49 persen menjadi Rp855,71 miliar.
“Perusahaan yang memiliki diversifikasi ke produk suplemen kesehatan seperti KLBF dan SIDO cenderung masih mampu membukukan pertumbuhan yang stabil pada kuartal I/2023. Namun emiten farmasi yang hanya fokus pada obat seperti PEHA dan KAEF cenderung tertekan pada karena permintaan obat cenderung turun setelah kasus Covid-19 melandai,” kata Raphon, dikutip Sabtu (8/6/2023).
Terlepas dari kinerja yang bervariasi berdasarkan kontribusi setiap jenis produk, Raphon menilai emiten farmasi akan menghadapi situasi dengan prospek yang lebih baik daripada 2022. Emiten farmasi cenderung terlepas dari tekanan beban pokok setelah harga komoditas mengalami penurunan.
Baca Juga
“Rupiah juga menguat. Namun memang dari sisi penjualan lebih terbatas,” katanya.
Dia pun merekomendasikan emiten farmasi dengan diversifikasi produk sebagai pilihan investasi.
Beberapa emiten telah melaporkan adanya penurunan penjualan akibat kontraksi pada produk yang terkait dengan Covid-19. Emiten farmasi produsen Antimo PT Phapros Tbk. (PEHA) menjadi salah satu yang melaporkan penurunan ini. Selama Januari—Maret 2023, total penjualan bersih PEHA mencapai Rp260,97 miliar. Torehan tersebut turun 3,07 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022 sebesar Rp269,25 miliar.
Adapun segmen obat yang dijual bebas atau over the counter (OTC) mengalami penurunan sebesar 39,27 persen year on year (YoY) menjadi Rp34,04 miliar dari Rp56,07 miliar pada kuartal I/2022.
Hal serupa turut dilaporkan PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) selaku perusahaan pengendali PEHA. Selama kuartal I/2023, kontribusi segmen ritel hanya mencapai Rp1,04 triliun. Capaian itu 8,89 persen lebih rendah daripada kuartal I/2022 yang mencapai Rp1,15 triliun.
Sementara itu, PT Indofarma Tbk. (INAF) melaporkan bahwa penjualan obat mereka turun 56,17 persen selama kuartal I/2023 menjadi Rp69,70 miliar daripada Rp159,06 miliar di periode yang sama pada 2022.
_____
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.