Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Melemah, Investor Nantikan Arah Kebijakan The Fed

Wall Street turun karena investor mempertimbangkan implikasi dari UU pagu utang, data ekonomi AS terbaru, dan sikap Federal Reserve.
Wall Street turun karena investor mempertimbangkan implikasi dari UU pagu utang, data ekonomi AS terbaru, dan sikap Federal Reserve. Bloomberg/Michael Nagle
Wall Street turun karena investor mempertimbangkan implikasi dari UU pagu utang, data ekonomi AS terbaru, dan sikap Federal Reserve. Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA - Wall Street turun pada perdagangan Senin (5/6/2023), karena investor mempertimbangkan implikasi dari undang-undang pagu utang, data ekonomi AS terbaru, dan sikap kebijakan masa depan dari Federal Reserve.

Indeks Dow Jones Industrial Average tergelincir 199,90 poin atau 0,59 persen, menjadi menetap di 33.562,86 poin. Indeks S&P 500 turun 8,58 poin atau 0,20 persen, menjadi berakhir di 4.273,79 poin. Indeks Komposit Nasdaq merosot 11,34 poin atau 0,09 persen, menjadi ditutup pada 13.229,43 poin.

Sejumlah 7 dari 11 sektor utama S&P 500 berakhir di zona merah, dengan sektor industri dan energi memimpin penurunan masing-masing kehilangan 0,71 persen dan 0,58 persen. Sementara itu, jasa-jasa komunikasi dan utilitas memimpin penguatan dengan masing-masing naik 0,58 persen dan 0,45 persen.

Saham AS telah reli di sesi baru-baru ini karena hilangnya kekhawatiran tentang gagal bayar utang AS, mengutip Antara. Presiden Joe Biden menandatangani satu undang-undang bipartisan menjadi undang-undang pada Sabtu (3/6/2023) yang menangguhkan plafon utang hingga 1 Januari 2025.

Langkah tersebut dilakukan tepat sebelum pemerintah federal ditetapkan kehabisan uang tunai untuk membayar semua kewajibannya, dan membantu mencegah a bencana gagal bayar AS yang dapat menyebabkan krisis keuangan.

Investor mempertimbangkan implikasi dari undang-undang plafon utang terhadap likuiditas, bagaimanapun, dengan kekhawatiran bahwa kebutuhan Departemen Keuangan untuk mengisi kembali uang tunai dapat menguras likuiditas dari sistem keuangan.

Ledakan penerbitan surat utang pemerintah (T-Bill) diperkirakan dapat berdampak pada likuiditas di pasar lain, tergantung pada siapa yang membelinya.

Vishwanath Tirupattur, direktur global penelitian pendapatan tetap di Morgan Stanley, menyampaikan dana pasar uang biasanya akan menjadi pembeli utama tetapi kemungkinan akan membutuhkan imbal hasil yang lebih tinggi, yang akan menambah tantangan tingginya biaya pendanaan yang dihadapi sistem perbankan regional.

"Di sisi lain, jika investor lain akan membeli T-Bills, mereka perlu melakukannya dengan menggunakan dana yang diinvestasikan di aset lain, yang dapat menguras likuiditas dalam sistem untuk aset tersebut. Apa pun itu, risiko volatilitas pasar tampak sangat besar," kata Tirupattur, dalam sebuah analisis yang diterbitkan pada Senin (6/6/2023), dikutip dari Xinhua.

Saham AS mundur dalam perdagangan Senin (6/6/2023) sore, dengan Apple kehilangan keuntungan sebelumnya yang membawa saham itu ke level tertinggi sepanjang masa. Raksasa teknologi itu pada Senin (6/6/2023) meluncurkan headset realitas virtual yang sangat dinantikan.

Investor juga memfokuskan kembali pada pasar tenaga kerja yang ketat, serta data ekonomi terbaru, yang keduanya dapat berdampak pada kebijakan moneter Federal Reserve ketika pertemuan dua hari berakhir pada 14 Juni. The Fed secara luas diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tidak berubah pada Juni, tetapi pergerakannya untuk sisa tahun ini tetap tidak jelas.

Institute for Supply Management (ISM) melaporkan pada Senin (6/6/2023) bahwa indeks pembelian manajer (PMI) jasa-jasa turun menjadi 50,3 pada Mei dari 51,9 pada April, lebih rendah dari ekspektasi pasar 51,8.

Penurunan tajam PMI jasa-jasa AS dari ISM adalah tanda bahwa kondisi kredit dan penarikan simpanan pandemi akhirnya memukul aktivitas jasa-jasa.

Craig Erlam, analis pasar senior di OANDA, pemasok jasa perdagangan daring multi aset, mengatakan bukti lebih lanjut akan diinginkan oleh Fed tetapi tren telah menurun dan dikombinasikan dengan data lain, pembuat kebijakan sekarang mungkin berharap bahwa siklus pengetatan agresif berdampak.

Sementara itu, Indeks Aktivitas Bisnis PMI Jasa-jasa AS dari S&P Global akhir yang disesuaikan secara musiman tercatat 54,9 pada Mei, naik dari 53,6 pada April dan secara umum sejalan dengan perkiraan "flash" yang dirilis sebelumnya sebesar 55,1, menurut S&P Global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper