Bisnis.com, JAKARTA - Emiten farmasi BUMN, PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) mengklaim dapat menghasilkan kinerja positif pada 2023 pasca kinerja kurang menggembirakan pada 2022 kemarin.
Direktur Utama Kimia Farma David Utama melihat prospek industri farmasi dan layanan kesehatan pada 2023 masih mengalami pertumbuhan, mengingat kesehatan merupakan salah satu faktor utama yang menjadi perhatian seluruh pihak.
Pada awal 2023, KAEF telah melakukan beberapa strategi untuk meningkatkan kinerja antara lain aktivitas marketing yang masif dan penetrasi pasar. Selain itu, KAEF juga telah melakukan nondeal roadshow (NDR) dengan para investor untuk mendapatkan bisnis baru yang akan dikembangkan di tahun ini.
KAEF, lanjutnya, terus melakukan pembenahan di sektor layanan kesehatan dan ritel farmasi meningkatkan kualitas dan jangkauan layanan kesehatan kepada masyarakat, salah satunya dengan aliansi strategis bersama mitra strategis yang memiliki jaringan global, yaitu Parkway Pantai Group.
Untuk mempermudah memperoleh akses produk dan layanan kesehatan, KAEF juga telah memiliki suatu aplikasi yaitu Kimia Farma Mobile (KF Mobile) yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat .
”KAEF optimistis pada tahun 2023 kinerja dapat tetap tumbuh dan memberikan kontribusi laba positif serta cash flow operation yang tetap terjaga positif hingga akhir tahun 2023. KAEF terus berkomitmen mendukung Pemerintah dalam peningkatan kesehatan masyarakat," ungkapnya dalam keterangan, Selasa (4/4/2023).
Baca Juga
Sepanjang 2022, KAEF telah menurunkan beban usaha sebesar 5,41 persen atau Rp189 miliar dibandingkan tahun 2021. Efisiensi beban usaha dilakukan melalui optimalisasi biaya distribusi untuk seluruh produk.
Di samping itu, KAEF mengupayakan penurunan beban keuangan sebesar 14,21 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan ini ditopang dengan dukungan perbankan melalui penurunan suku bunga dan kredit investasi serta refinancing.
“KAEF telah membukukan cashflow positif di tahun 2022. Pada akhir Desember 2022, tercatat nilai kas dan setara kas naik menjadi Rp2,15 triliun dari tahun 2021 senilai Rp748 miliar. Hal ini didukung dengan diperolehnya dana dari aksi korporasi unlock value anak usaha yang dimiliki KAEF, yaitu PT Kimia Farma Apotek (KFA). Kepercayaan investor menjadi bukti adanya prospek positif bagi KAEF dan industri kesehatan di Indonesia, ” ujar David.
Adanya aksi korporasi unlock value ini mendukung modal kerja dan pengembangan bisnis KFA dengan new bussiness model with digitalization, mengkombinasikan offline dan online store dengan strategi omnichannel, integrasi Apotek-Klinik-Lab Diagnostika, serta New Digital Channel.
Adapun setelah aksi korporasi unlock value KFA menghasilkan dana sebesar Rp1,86 triliun disertai dengan pembebanan pajak sebesar Rp76 miliar.
Selain itu, pada 2022 entitas anak KAEF yaitu KF Dawaa di Saudi Arabia membukukan kerugian sebesar Rp24 miliar akibat tidak adanya kegiatan ibadah haji dan umroh selama pandemi. Dengan adanya aksi korporasi dan kondisi entitas anak tersebut, memberikan pengaruh terhadap pencatatan kerugian sebesar Rp109 miliar.
KAEF tercatat berbalik membukukan rugi sebesar Rp170,04 miliar sepanjang 2022, dari laba sebesar Rp302,27 miliar yang diperoleh pada 2021. Kinerja negatif bottom line Kimia Farma dipicu oleh penurunan signifikan pada penjualan bersih.
Pada 2022, KAEF mengantongi penjualan sebesar Rp9,60 triliun, turun 25,28 persen dibandingkan dengan 2021 sebesar Rp12,85 triliun. Penjualan ekspor dan domestik kompak turun pada 2022. KAEF melaporkan penjualan di dalam negeri turun 25,15 persen year-on-year (YoY) menjadi Rp9,47 triliun.
Sementara itu, penjualan ekspor turun 33,46 persen YoY dari Rp200,35 miliar menjadi Rp133,30 miliar. Jika ditelusuri berdasarkan jenis produknya, penjualan obat generik yang turun drastis menjadi pemicu kontraksi pendapatan KAEF.
Pemasukan dari obat generik selama 2022 tercatat hanya sebesar Rp864,52 miliar, padahal pada 2021 mencapai Rp2,11 triliun. Artinya, terdapat penurunan hingga 59,10 persen.
Kimia Farma sejatinya melaporkan penurunan beban pokok penjualan hingga 28,93 persen YoY menjadi Rp6,01 triliun, dibandingkan dengan 2021 sebesar Rp8,46 triliun. Namun laba bruto KAEF tetap turun 18,27 persen YoY sehingga menjadi Rp3,59 triliun.
Beban usaha juga tercatat turun 6,12 persen YoY menjadi Rp3,28 triliun pada 2022, dibandingkan dengan Rp3,50 triliun pada 2021. Namun laba usaha terkoreksi 43,37 persen YoY menjadi Rp558,07 miliar.