Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berpotensi ditutup menguat pada rentang Rp15.120 hingga Rp15.190 pada perdagangan hari ini, Senin (27/3/2023).
Pada akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berakhir menguat ke level Rp15.153 pada penutupan perdagangan hari ini, Jumat (24/3/2023). Penguatan terjadi usai The Fed memberi sinyal dovish terhadap kebijakan suku bunga.
Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup menguat 1,25 persen atau naik 192 poin ke Rp15.153 per dolar AS. Hal tersebut terjadi di tengah menguatnya indeks dolar AS sebesar 0,01 persen ke 102,54.
Bersama dengan rupiah, beberapa mata uang Asia lainnya juga menguat dengan kenaikan tertinggi dialami yen Jepang naik 0,48 persen, dolar Taiwan naik 0,09 persen, dan rupee India naik 0,03 persen.
Sementara itu, mata uang yang justru melemah terhadap dolar AS adalah won Korea Selatan turun 1,17 persen, yuan China turun 0,42 persen, dolar Singapura turun 0,17 persen, ringgit Malaysia turun 0,16 persen, dan baht Thailand turun 0,08 persen.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan dolar memangkas kerugian setelah the Fed disebut hampir memperlambat laju kenaikan suku bunga. Sementara Swiss National Bank dan Bank of England mendorong kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Baca Juga
“The Fed menaikkan suku bunga acuannya 25 basis poin pada Rabu, tetapi menghilangkan bahasa tentang ‘peningkatan yang sedang berlangsung’ yang diperlukan untuk mendukung beberapa kenaikan tambahan,” ujar Ibrahim dalam riset.
Kenaikan suku bunga the Fed menjadi penting mengingat pasar keuangan telah bergolak oleh kepercayaan yang goyah pada bank-bank secara global. Hal ini menyusul kolapsnya Silicon Valley Bank dan krisis Credit Suisse.
Adapun jika krisis perbankan benar-benar mereda, dan inflasi tetap tinggi, maka dapat menjadi resep untuk menguatkan dolar. Hal ini lantaran ada kemungkinan the Fed dapat kembali memerangi inflasi dan tidak terlalu khawatir dengan krissi perbankan.
“Pasar bertaruh hanya pada satu kenaikan seperempat poin lagi dari The Fed, berbeda dengan Eropa di mana pasar melihat pengetatan lebih lanjut sekitar 50 basis poin,” tuturnya.
Dari dalam negeri, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat pada 2023. OECD memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 4,7 persen secara year-on-year (YoY) atau lebih rendah dari capaian pertumbuhan 5,31 persen pada 2022.
Selain itu, negara berkembang di kawasan Asia terlihat tidak akan terlalu terdampak dengan adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi global pasca perekonomian China kembali berjalan. OECD juga memperkirakan inflasi indonesia akan melandai pada 2023 hingga 2024.
“Namun, inflasi tak langsung terjun menjadi lemah. Level inflasi pada tahun 2023 akan berada di level moderat. Selain prospek positif pertumbuhan ekonomi Indonesia dan negara sebaya, OECD tetap melihat tantangan yang membayang pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan,” jelasnya.
Ibrahim memproyeksikan rupiah dibuka fluktuatif pada pekan depan. Namun, berpotensi ditutup menguat pada rentang Rp15.120 hingga Rp15.190.