Bisnis.com, JAKARTA — Investasi pada instrumen dengan risiko menengah dinilai menjadi pilihan menarik seiring dengan kebijakan The Fed untuk kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada pertemuan FOMC 21—22 Maret 2023. Di sisi lain, The Fed diperkirakan cenderung dovish terkait suku bunga ke depan sehingga memberikan angin segar terhadap aset berisiko seperti saham.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menyampaikan investasi di saham bisa tetap dilirik investor pada paruh kedua 2023 di tengah sinyal dovish yang diberikan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed.
“Di semester pertama tahun ini, investor dengan risiko medium dan cenderung konservatif sebaiknya mengalokasikan sebagian besar dananya ke aset pendapatan tetap seperti obligasi negara, obligasi korporasi yang likuid, ataupun reksa dana pendapatan tetap,” katanya, Sabtu (25/3/2023).
Arjun mengatakan masih terdapat ketidakpastian di pasar modal saat ini karena kegagalan bank, kenaikan suku bunga, dan tensi geopolitik yang berlanjut. Dia menilai kondisi tersebut bisa memicu aksi panic selling dan membuat pasar saham menjadi lebih volatil.
Meski demikian, Arjun berpendapat kinerja pasar saham pada semester kedua tahun ini berpotensi lebih baik karena kebijakan The Fed yang lebih bisa diprediksi. Hal ini tercermin pada sentimen di pasar yang mulai meyakini bahwa The Fed akan mulai dovish karena krisis perbankan yang teratasi dan tren inflasi yang mulai melandai.
“Untuk investor yang lebih risk-taking, sebenarnya bisa alokasi kebanyakan modal mereka ke saham mulai sekarang dibandingkan dengan obligasi,” katanya.
Baca Juga
Dia memperkirakan keuntungan di pasar saham pada tahun ini bisa lebih tinggi daripada tahun ini. Namun, Arjun mengingatkan bahwa alokasi dana investasi dan strategi yang paling tepat akan tergantung pada profil risiko masing-masing investor.
Senior Economist Mirae Asset Sekuritas Rully Wisnubroto memprediksi The Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada pertemuan selanjutnya. Langkah itu akan mengantarkan terminal rate ke posisi 5,25 persen.
“Dengan kondisi itu, menurut saya instrumen yang paling diuntungkan adalah surat berharga negara yang memang terpengaruh suku bunga. Selain itu biasanya rupiah akan terimbas positif, seiring dengan SBN yield,” kata dia.