Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dibuka melemah ke level 15.214,5 pada perdagangan hari ini, Rabu (22/2/2023). Rupiah melemah bersamaan dengan pelemahan dolar AS.
Mengutip data Bloomberg pukul 09.00 WIB, rupiah dibuka melemah 0,16 persen ke Rp15.214 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS melemah 0,07 persen ke 104,07.
Bersamaan dengan rupiah, won Korea Selatan turun 0,56 persen, dolar Taiwan turun 0,29 persen, peso Filipina turun 0,11 persen, yuan China turun 0,16 persen, rupee India turun 0,08 persen, dan ringgit Malaysia turun 0,15 persen.
Sementara itu, mata uang asia yang menguat terhadap dolar AS adalah yen Jepang yang naik 0,24 persen, dolar Hong Kong yang naik 0,01 persen, dan dolar Singapura naik 0,19 persen.
Macro Strategist Samuel Sekuritas Lionel Priyadi dalam risetnya memperkirakan rupiah berpotensi terdepresiasi mendekati level Rp15.200 per dolar AS.
Menurut Lionel pelaku pasar global semakin percaya The Fed akan menahan stance kebijakan moneter yang hawkish untuk jangka waktu yang lebih lama dibanding perkiraan sebelumnya.
Baca Juga
Saat ini investor di pasar berjangka yang bertaruh The Fed akan langsung menaikan bunga acuan sebanyak 50 bps di FOMC meeting bulan Maret nanti sudah bertambah menjadi 25,5 persen, dengan ekspektasi kenaikan 25 bps tetap mendominasi dengan 74,5 persen.
Selain itu, lanjutnya, semakin banyak traders yang berharap bunga acuan akan ditahan di terminal rate 5,50 persen sampai akhir tahun ini. Karenanya, imbal hasil UST 10Y kembali melonjak 14bps ke 3,95 persen, posisi tertinggi di tahun ini.
Aktivitas bisnis di AS pada Februari secara tak terduga melonjak ke level tertinggi delapan bulan, meningkat menjadi 50,2 poin dari pembacaan akhir 46,8 poin pada Januari.
Data PMI (Indeks Manajer Pembelian) di atas 50 poin mengindikasikan pemulihan, sementara pembacaan di bawahnya menandakan kontraksi. Jumlah itu mengikuti data yang kuat baru-baru ini pada penjualan ritel, pasar tenaga kerja dan produksi manufaktur, menunjukkan momentum yang solid dalam perekonomian di awal tahun.
"Rilis PMI hari ini menunjukkan sebagian besar ekonomi AS masih terbukti lebih tangguh dari yang diperkirakan, terutama sektor jasa, tetapi pasar perumahan masih ditantang yang dibuktikan dengan penurunan mengejutkan penjualan rumah yang telah ada," kata Erik Nelson, ahli strategi makro di Wells Fargo Securities di London dikutip dari Antara.
Nelson mencatat dikotomi antara indikator utama dari ekonomi AS, menunjukkan resesi masih membayangi dan indikator menunjukkan permintaan yang masih solid. Hal itu berisiko membuat Fed berhati-hati dan meningkatkan standar kenaikan suku bunga yang lebih agresif, menurut Nelson.