Bisnis.com, JAKARTA – Gagal bayar kupon obligasi korporasi emiten BUMN, PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) menjadikan investor semakin hati-hati memilih obligasi korporasi yang menjadi tujuan investasi.
Research and Consulting Infovesta Utama Nicodemus Anggi mengatakan investor semakin cermat memilih seri obligasi korporasi ke depan imbas dari gagal bayarnya kupon obligasi Waskita. WSKT saat ini memiliki 10 seri obligasi yang nilainya masih tercatat dan diperdagangkan, 4 seri diantaranya memiliki ratin CCC sedangkan sisanya masih AAA.
“Saya menilai investor institusi yang biasa membeli obligasi korporasi pasti akan lebih cermat kedepannya dalam memilih berinvestasi di seri obligasi mana,” katanya saat dihubungi Bisnis, Senin (20/2/2023).
Sebagai informasi, WSKT menunda pembayaran kupon obligasi III tahap UV seri B yang jatuh tempo pada 16 Februari 2023. WSKT telah menjadwalkan rapat pemegang obligasi pada 16-17 Februari 2023 untuk obligasi III dan obligasi IV, dengan salah satu agendanya adalah meminta perubahan jadwal pembayaran kupon dan pokok.
Obligasi korporasi merupakan salah satu konstituen reksa dana pendapatan tetap, Nicodemus mengungkapkan beberapa hal yang dapat diperhatikan investor, salah satunya adalah rating obligasi.
"Rating minimal single A keatas dengan tren outlook rating yang stabil,” jelasnya.
Baca Juga
Investor juga diharapkan melihat rekam jejak rating obligasi dan memperhatikan adanya penurunan kinerja yang menjadi indikasi awal.
Selain itu, fundamental emiten juga dapat diperhatikan dengan melihat rasio debt equity ratio (DER) dan interest coverage ratio untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar bunga dari laba operasionalnya.
“Cari reksa dana yang fund fact sheet-nya juga diisi oleh beberapa obligasi negara sebagai mitigasi risiko,” jelas Nicodemus.
Enam obligasi Waskita yang memiliki rating AAA sendiri menurut Nicodemus masih aman dipilih karena adanya jaminan oleh pemerintah.
Meski demikian, penundaan pembayaran kupon obligasi WSKT yang merupakan emiten sektor konstruksi akan mengubah selera investor. Nicodemus menyebutkan ke depan investor mungkin akan akan lebih memilih sektor finansial institusion (bank dan multifinance) karena obligasi kedua sektor tersebut banyak tersebar.
Di lain sisi, risiko pasar obligasi korporasi kembali lagi pada masing-masing emiten di setiap sektor serta kemampuan finansialnya.
“Bagi yang fundamentalnya solid dan tidak ketergantungan banyaknya utang apalagi dalam dolar AS, risiko akan lebih minim,” imbuh Nicodemus.