Bisnis.com, JAKARTA - Emiten konstruksi pelat merah PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) dikabarkan akan menunda pembayaran obligasi senilai Rp2,3 triliun pada pekan depan dan telah menunda pembayaran kupon obligasi untuk ketiga kalinya. Dengan penundaan ini, analis penundaan ini dapat berdampak negatif ke pasar obligasi korporasi.
Vice President Credit Analyst Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Teddy Hariyanto menjelaskan penundaan pembayaran ini terjadi karena WSKT tengah melakukan restrukturisasi yang tertuang dalam Master Restructuring Agreement (MRA) sebagai salah satu strategi WSKT dalam melakukan penyehatan keuangan.
Dalam program restrukturisasi tersebut, lanjut Teddy, Waskita Karya melakukan standstill kepada lenders dan pemegang obligasi sebagai bentuk equal treatment terhadap kredit modal kerja dan obligasi.
Mengingat besaran asset perusahaan dan statusnya sebagai BUMN sekaligus perusahaan terbuka, Teddy melihat adanya event penundaan pembayaran ini memiliki dampak yang negatif kepada pasar obligasi korporasi. Teddy juga melihat penundaan pembayaran obligasi ini memiliki risiko penularan (contagion risk) ke perbankan, ke pasar saham, hingga ke industri konstruksi infrastruktur.
"Waskita Karya bisa dimasukkan dalam korporasi yang tergolong too big too fail. Oleh karena itu, saya percaya pemerintah sebagai ultimate shareholder tentunya tidak akan membiarkan kondisi Waskita Karya semakin memburuk," ucap Teddy kepada Bisnis, dikutip Minggu (19/2/2023).
Menurut Teddy, pemerintah akan memberikan dukungan yang lebih kuat kepada WSKT, baik melalui penjaminan, skema sinergi BUMN, hingga opsi PNM.
Baca Juga
Meski demikian, Mandiri Sekuritas memandang tren penerbitan obligasi korporasi tahun 2023 ini masih tetap akan positif. Masih banyak perusahaan yang akan tetap memanfaatkan peluang penerbitan obligasi korporasi di tengah tren pemulihan ekonomi domestik setelah pandemi dan yield government bond yang menurun.
Teddy mencermati peningkatan penerbitan obligasi korporasi saat ini masih didorong oleh kebutuhan dana korporasi untuk ekspansi usaha maupun refinancing, dan mencari funding dengan tenor panjang dengan suku bunga tetap.
Dia menilai bagi investor obligasi, kondisi ini akan membuat para investor obligasi korporasi yang sebagian besar adalah institutional investor, semakin menerapkan prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi, lebih selektif, serta lebih tertarik kepada obligasi dengan peringkat antara single A hingga AAA.
"Kondisi ini juga akan mengurangi selera risiko untuk berinvestasi pada perusahaan yang over-leveraged dan meminta tambahan risk premium pada obligasi-obligasi perusahaan yang peringkatnya dibawah A," ucapnya.