Bisnis.com, JAKARTA — Aksi pembelian kembali saham atau buyback mulai ramai dilakukan oleh emiten pada awal 2023. Beberapa bahkan menyiapkan dana triliunan untuk mengeksekusi buyback.
Terbaru, emiten Garibaldi Thohir PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) mengumumkan buyback saham di tengah harga yang volatil dengan target maksimal Rp4 triliun. Buyback saham tersebut dilaksanakan sesuai ketentuan dalam POJK No. 2/2013 dan SEOJK No. 3/2020 yang menyebutkan bahwa saham yang akan dibeli kembali tidak akan melebihi 20 persen dari modal disetor dan ketentuan paling sedikit saham yang beredar adalah 7,5 persen dari modal disetor perseroan.
Pembelian kembali saham ADRO dilakukan secara bertahap dalam periode tiga bulan terhitung sejak hari ini, 15 Februari 2023 sampai dengan 15 Mei 2023.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) juga mengumumkan akan menggelar pembelian saham publik. BBRI berencana membeli saham publik sebanyak-banyaknya Rp1,5 triliun mulai 14 Maret 2023 sampai 14 September 2023. Rencana ini terlebih dahulu melewati izin para pemegang saham dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) yang rencananya digelar pada 13 Maret 2023.
Berbeda dengan ADRO, BBRI menyatakan pembelian kembali saham publik dilakukan dalam rangka Program Kepemilikan Saham. Program itu merupakan bagian dari upaya untuk mendorong engagement terhadap keberlanjutan peningkatan kinerja BBRI secara jangka panjang.
Sementara itu, BBNI yang menargetkan buyback sebanyak-banyaknya Rp905 miliar mengemukakan aksi korporasi ini dilakukan untuk mengimbangi tekanan jual di pasar saham.
Baca Juga
Manajemen mengutip kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat menghadapi tekanan jual asing. Sentimen kenaikan suku bunga The Fed dan isasi kebijakan mobilitas di China telah memicu bergesernya aliran modal asing dari Indonesia ke Negeri Panda.
“Fluktuasi di market dan tekanan jual ini diperkirakan masih terus berlanjut hingga semester I tahun 2023,” tulis manajemen BBNI.
Sampai 3 Februari 2023, manajemen BBNI mencatat harga saham bertengger di Rp9.300 atau naik 0,8 persen secara year-to-date (YtD) dengan price to book value (PBV) sebesar 1,27 kali.
“Nilai PBV ini masih berada di bawah rata-rata 10 tahun yang sebesar 1,42 kali,” tulis BBNI.
Research and Consulting Manager Infovesta Kapital Advisori Nicodimus Kristiantoro mengatakan valuasi yang rendah memang menjadi salah satu pertimbangan utama yang melandasi aksi buyback emiten. Sebagai contoh, valuasi ADRO terbilang rendah jika dibandingkan dengan rata-rata emiten energi lainnya.
“Harga saham ADRO sudah anjlok 26,50 persen sepanjang 2023 dan ini sejalan dengan penurunan harga batu bara,” kata Nicodimus.
Nicodimus juga menilai aksi buyback dilakukan karena perusahaan meyakini memiliki fundamental yang kuat serta prospek bisnis yang positif. Hal itu bisa menjadi modal penguatan harga saham ke depan sejalan dengan kinerja keuangan.
“Pasar bereaksi positif. Contohnya saham ADRO yang menguat setelah pengumuman aksi buyback,” lanjutnya.
Nicodimus mengatakan emiten cenderung melakukan aksi buyback ketika pasar dalam fase uptrend dan memiliki prospek positif saat kondisi cadangan kas memadai atau surplus, sebagaimana dilakukan oleh BBRI dan BBNI.
“Jadi semua emiten yang mempunyai cadangan kas cukup lumayan dan prospek bisnis dan kinerja saham yang bagus berpeluang untuk melakukan buyback,” kata Nicodimus.