Bisnis.com, JAKARTA — Tujuh belas perusahaan telah menjadi penghuni baru Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai 8 Februari 2023 lewat aksi penawaran umum perdana saham atau IPO. Meski demikian, sebagian masih menunjukkan kinerja saham yang turun sehingga membuat investor boncos. Ini terjadi sekalipun emiten melaporkan kelebihan permintaan pada masa penawaran (oversubscribed).
Dari 17 perusahaan yang melantai sepanjang 2023, harga saham sembilan emiten lebih rendah daripada harga IPO. Sementara itu, tujuh lainnya menguat sejak pencatatan perdana dan satu saham stagnan.
PT Mitra Tirta Buana Tbk. (SOUL) menjadi saham anyar dengan koreksi terdalam sampai dengan 8 Februari 2023. Melantai dengan harga Rp110, saham SOUL kini bisa ditebus di mahar Rp37 per saham. Perubahan harga tersebut merefleksikan koreksi sebesar 66,36 persen.
Sementara itu, saham yang mencatatkan kenaikan tertinggi adalah produsen wine PT Hatten Bali Tbk. (WINE) yang kini dibanderol Rp372 per saham. Harga itu telah melesat 188,37 persen daripada saat IPO.
Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Alrich Paskalis menjelaskan tren penurunan harga saham IPO dipengaruhi banyak faktor. Kondisi tersebut tidak terlepas dari pandangan investor pada nilai saham yang ditawarkan.
“Ini tergantung dari pandangan investor masing-masing apakah harga saat IPO dinilai overvalue sehingga ada aksi jual atau masih undervalue dan memicu aksi beli,” kata Alrich, Rabu (8/2/2023).
Baca Juga
Selain itu, Alrich mengatakan kinerja perusahaan, sentimen pasar, kegiatan ekspansi atau inovasi bisnis dari emiten terkait juga dapat memengaruhi pergerakan harga.
“Untuk menghindari kerugian saham, investor perlu memastikan bahwa saham IPO memiliki pergerakan yang sangat fluktuatif. Sehingga selain potensi keuntungan yang besar, terdapat juga potensi kerugian yang besar,” katanya.
Oleh karena itu, dia menyarankan investor untuk memperhatikan kinerja dan kondisi keuangan terkini perusahaan, termasuk target dana IPO dan tujuan penggunaannya. Kondisi perusahaan afiliasi yang telah terlebih dahulu mencatatkan saham di bursa juga bisa menjadi acuan untuk menilai potensi emiten anyar.
“Atau jika tujuan membeli saham IPO adalah untuk investasi, kebijakan dan kemampuan perusahaan dalam membagikan dividen juga perlu dipertimbangkan,” kata dia.
Dosen dan praktisi pasar modal dari Universitas Trisakti Lanjar Nafi mengatakan tren penurunan saham pada awal IPO turut dipengaruhi oleh persepsi investor terhadap kondisi makroekonomi.
“Jadi strategi investasi mereka menjadi lebih berhati-hati dan defensif,” kata dia.
Tren koreksi saham IPO, lanjut Lanjar, sejalan dengan pertumbuhan investor ritel di dalam negeri. Dia mengatakan pertambahan jumlah investor ritel menjadi indikasi bahwa aksi investasi di pasar saham dilakukan untuk jangka pendek, termasuk pada saham-saham IPO.
Belum lama ini, Presiden Joko Widodo kembali mengingatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait saham gorengan.
Presiden Jokowi mengultimatum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat perlindungan di sektor jasa keuangan supaya terhindar dari praktik menggoreng saham. Menurutnya masyarakat memerlukan perlindungan yang pasti terhadap produk jasa keuangan, baik asuransi, pinjaman online, investasi, tur haji, hingga umroh. Jokowi menuturkan pengawasan produk-produk jasa keuangan tersebut harus detail.
“Hati-hati ada peristiwa besar. Minggu kemarin ada Adani, di India. Makronya bagus, mikronya ada masalah, hanya satu perusahaan, Adani kehilangan US$120 miliar, dirupiahkan Rp1.800 triliun,” kata Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan, Senin (6/2/2023).
Jokowi menyinggung perusahaan milik konglomerat India Gautam Adani yang terjerat dalam skandal manipulasi keuangan dan saham. Praktik goreng-menggoreng saham tersebut membuat seperempat produk domestik bruto (PDB) India atau sebesar Rp1.800 triliun hilang karena kapitalisasi pasar Adani yang turun setelah mengemukanya skandal tersebut.
Hal tersebut memberikan tekanan capital outflow dan menjatuhkan nilai tukar rupee India. Padahal, kata Jokowi, kondisi makro India masih bagus.