Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menerbitkan regulasi terkait penerbitan green sukuk atau surat utang berbasis syariah pada tahun ini. Analis menyebut regulasi ini harus memuat soal penggunaan dana hasil penerbitan green sukuk.
Menurut Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto, OJK perlu mengatur, agar perusahaan menggunakan dana hasil green sukuk untuk proyek atau bisnis yang berwawasan lingkungan.
“Perusahaan penerbit ini harus ramah lingkungan, baik perusahaannya sendiri maupun penggunaan dana yang mereka pinjam dari investor ini,” kata Ramdhan kepada Bisnis, Selasa (7/2/2023).
Ramdhan mengatakan meski nantinya green sukuk diterbitkan oleh perbankan maupun perusahaan pembiayaan, penggunaan dananya harus berorientasi lingkungan. Misal, lanjut Ramdhan, Bank menyalurkan kredit dari hasil green sukuk untuk proyek-proyek yang ramah lingkungan.
“Jadi ada nilai lebihnya untuk lingkungan,” kata Ramdhan.
Lebih lanjut, Ramdhan menyebut aturan ini hanya bersifat pemanis untuk menggairahkan penerbitan green sukuk. Aturan ini, kata Ramdhan untuk mengemas green sukuk agar perusahaan maupun investor bisa lebih bergairah terhadap instrumen utang ini.
Baca Juga
“Dengan diterbitkan ini akan lebih mendorong sebetulnya, ini akan membuat nilai lebih, value-nya lebih dengan adanya aturan seperti ini. Misalnya sweetener-nya gini, rate-nya jadi lebih murah dari sisi emitennya, missal kalau yang biasa itu rate 7 persen, mungkin dengan green bisa di 6,8 atau 6,9 persen ” kata dia.
Lebih lanjut, Ramdhan menyebut semua sektor dapat mendorong penerbitan green sukuk. Namun, ungkap Ramdhan, sektor yang langsung berhubungan dengan alam lebih memiliki nilai tambah dalam penerbitan green sukuk.
“Lebih mempunyai nilai jual, karena orang awam kan langsung hubungannya tentunya perusahaan ‘A’ ini dia memang bergerak di bidang itu, dia menerbitkan green sukuk uang hasil penerbitan digunakan untuk hal yang baik untuk environment,” katanya.
Sebelumnya, OJK juga bakal menerbitkan regulasi terkait penerbita sukuk atau efek bersifat utang atau sukuk (EBUS) yang berkelanjutan.
“Penyusunan regulasi sebagai dasar hukum penerbitan green sukuk atau efek bersifat utang atau sukuk yang berkelanjutan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam konferensi pers, Senin (6/2/2023).
Wacana soal penerbitan aturan terkait green sukuk ini sudah mengemuka sejak 2018 silam. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK saat itu, Hoesen mengatakan bahwa pada dasarnya green sukuk bisa diterbitkan dengan mengacu pada dua regulasi yang berbeda, yakni aturan mengenai sukuk dan aturan mengenai green bond.
Namun, para pelaku bisnis meminta kepada otoritas untuk menerbitkan regulasi khusus sehingga memiliki payung hukum yang terpusat. Inilah yang saat ini sedang dikaji oleh OJK.
"Kami sedang lihat, karena memang banyak yang meminta green sukuk perlu regulasi. Namun, sebenarnya kalau mau menerbitkan green sukuk bisa mengacu pada dua aturan yang saat ini sudah ada," katanya, Kamis (22/11/2018).