Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan suku bunga acuan The Fed yang melandai akan berdampak positif untuk pasar obligasi dalam negeri. Selain faktor The Fed, suku bunga obligasi kian menarik seiring angka inflasi yang turun.
Direktur dan Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia Ezra Nazula menerangkan sebenarnya kenaikan 25 basis poin (bps) dari The Fed telah diantisipasi oleh pasar dan membuka jalan untuk puncak suku bunga The Fed tercapai di Semester I/2023.
"Selain itu, angka inflasi Indonesia juga telah menunjukkan penurunan. Kedua faktor mendukung pasar obligasi Indonesia sehingga harga obligasi menguat dan imbal hasil 10 tahun turun di bawah 6,6 persen," katanya kepada Bisnis, Kamis (2/2/2023).
Menurutnya, obligasi tenor 10 tahun memberikan nilai yang relatif menarik mengingat suku bunga domestik dan global telah mencapai atau mendekati puncaknya.
Keputusan The Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin atau lebih rendah dari kenaikan sebelumnya direspons positif oleh pasar saham. Pergerakan IHSG hari ini dibuka menguat pada posisi 6.890,57 atau naik 0,41 persen pada penutupan perdagangan Kamis (2/2/2023).
Keputusan dinilai sudah sesuai dengan ekspektasi pasar dan mencerminkan level kenaikan terendah dalam 5 pertemuan terakhir. Kebijakan moneter itu juga diperjelas dengan pernyataan The Fed tidak terlalu agresif menaikkan suku bunga sehingga gerak pasar saham dinilai lebih terkontrol.
Baca Juga
Sementara itu, dari pasar obligasi merespons kenaikan suku bunga acuan Federal Reserve dengan kenaikan imbal hasil. Hal itu tecermin pada imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) acuan tenor 10 tahun yang tercatat naik dari 6,64 persen pada penutupan perdagangan kemarin menjadi 6,74 persen. Adapun, net buy asing di SBN tradeable sudah mencapai Rp50 triliun YtD.
Senada, Research & Consulting Manager PT Infovesta Utama Nicodimus Anggi Kristiantoro menyebut pasar obligasi domestik diprediksi akan bergerak bullish juga karena kenaikan FFR ini sudah sesuai ekspektasi.
"Kenaikan suku bunga diprediksi akan mencapai peak nya di semester 1 ini sehingga kedepannya yield bisa diestimasikan akan turun lagi seiring dengan kebijakan suku bunga moneter yang tidak lagi agresif," kata Anggi kepada Bisnis, Kamis (2/2/2023).
Selain itu, ungkap Anggi, penurunan yield US treasury seluruh tenor, khususnya 10 tahun, yang lumayan signifikan, akan memberikan dampak psikologis yang baik.
Alhasil, kata dia investor surat berharga negara (SBN) akan kembali mengakumulasi seri-seri obligasi negara.
Lebih lanjut, dengan sentimen The Fed saat ini, Investor akan makin menyasar obligasi negara sun benchmark, khususnya tenor 5 dan 10 tahun.
"Serta obligasi korporasi tenor pendek dengan rating A ke atas," lanjut Anggi.