Bisnis.com, JAKARTA - Dolar AS jatuh pada akhir perdagangan Rabu pagi WIB setelah data menunjukkan biaya tenaga kerja AS meningkat sebelum The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin.
Indeks Biaya Ketenagakerjaan menunjukkan biaya tenaga kerja naik 1 persen pada kuartal terakhir. Hal itu adalah kenaikan terkecil sejak kuartal keempat 2021 dan mengikuti kenaikan 1,2 persen pada periode Juli-September.
Namun, hal itu tampaknya tidak akan mempengaruhi bank sentral AS dari beberapa kenaikan suku bunga lebih lanjut.
"Terlepas dari kenyataan bahwa itu datang di bawah ekspektasi, secara objektif itu masih cukup kuat yang berarti bahwa Fed masih akan terdengar hawkish," kata Bipan Rai, kepala strategi valas Amerika Utara di CIBC Capital Markets di Toronto dikutip dari Antara.
Data lain pada Selasa (31/1/2023) juga menunjukkan bahwa pertumbuhan harga rumah sangat melambat pada November, dengan kenaikan 9,2 persen di bulan tersebut.
Pedagang berjangka dana Fed memperkirakan suku bunga acuan Fed mencapai puncaknya di 4,91 persen pada Juni, naik dari 4,33 persen sekarang.
Baca Juga
Tetapi investor juga bersikap bearish terhadap ekonomi AS dan memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga kembali ke 4,48 persen pada Desember. Ini terlepas dari pejabat Fed yang menekankan bahwa mereka perlu mempertahankan suku bunga di wilayah restriktif untuk jangka waktu tertentu guna menurunkan inflasi.
“(Ketua Fed Jerome) Powell dan FOMC ingin menandai fakta bahwa kita akan melihat suku bunga yang lebih tinggi untuk sedikit lebih lama. Ini semua tentang apakah pasar percaya pada narasi itu atau tidak pada saat ini,” kata Rai.
Indeks dolar terakhir turun 0,21 persen hari ini terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya di 102,03. Indeks sebelumnya naik ke tertinggi dua minggu di 102,61, yang menurut analis kemungkinan sebagian karena reposisi untuk akhir bulan.
Greenback juga diperdagangkan tepat di atas dukungan teknis utama terhadap mata uang utama termasuk euro.