Bisnis.com, JAKARTA – Prospek pasar saham dan obligasi Indonesia diyakini masih positif pada tahun 2023 di tengah volatilitas global. Investor disarankan melakukan diversifikasi yang optimal agar mendapat return yang tinggi.
Katarina Setiawan Chief Economist & Investment Strategist Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) memaparkan prospek pasar modal Indonesia salah satunya akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi.
Katarina memprediksi pertumbuhan PDB Indonesia pada 2023 akan sedikit lebih rendah dibandingkan 2022 karena terdampak kenaikan suku bunga, normalisasi harga komoditas dan perlambatan ekonomi global yang menekan ekspor.
Meski demikian, pertumbuhan Indonesia masih relatif stabil dan cukup jauh dari kemungkinan resesi yang diperkirakan terjadi di kawasan negara maju. Ekonomi Indonesia masih tertopang oleh konsumsi domestik yang terjaga, di mana konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50 persen terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kenaikan UMR yang tinggi untuk 2023 menjadi salah satu faktor yang dapat mendukung daya beli konsumen di tahun depan.
“Secara keseluruhan kami memperkirakan pertumbuhan PDB 2023 di kisaran 4,5 persen – 5 persen,” jelas Katarina dalam keterangan resminya dikutip Senin (26/12/2022).
Baca Juga
Manulife juga memandang Bank Indonesia (BI) sudah mendekati puncak dari siklus kenaikan suku bunganya. Tingkat inflasi berpotensi menjinak di 2023 karena efek dari normalisasi harga pangan dan minyak dunia, serta redanya dampak kenaikan harga BBM.
Selain itu, ekspektasi kenaikan suku bunga AS yang lebih terbatas akan mengurangi tekanan bagi BI untuk menaikkan suku bunga. Oleh karena itu, Manulife melihat Bank Indonesia akan mencapai puncak suku bunganya di paruh pertama 2023, di kisaran 5,50 persen - 5,75 persen dan kemudian bertahan di level tersebut hingga akhir tahun.
Di sisi lain, sentimen Pemilu 2024 juga akan mulai dirasakan pada tahun depan. Katarina memaparkan secara historis perputaran uang di masa pemilu cenderung meningkat dan penjualan ritel naik dua kuartal menjelang pemilu.
Menurutnya, periode Pemilu dapat berdampak positif pada konsumsi rumah tangga. Hal ini menjadi hal positif bagi ekonomi Indonesia yang memang bergantung pada konsumsi domestiknya.
“Terlebih, di tahun 2024 mendatang pemilu presiden dan legislatif dilakukan serentak, membuat belanja pemilu dapat lebih tinggi dari biasanya dan memberikan dampak positif lebih besar bagi konsumsi,” lanjutnya.
Seiring dengan hal tersebut, Manulife memandang stabilitas makroekonomi Indonesia masih akan menjadi faktor pendukung bagi pasar saham di tahun 2023. Secara relatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih baik bila dibandingkan dengan berbagai negara lain yang berpotensi tertekan.
Selain itu, potensi perbaikan selera investasi terhadap pasar Asia juga dapat berimbas positif bagi pasar saham Indonesia yang juga akan mendapat inflow dana asing.
“Pada akhir tahun 2023 kami memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat mencapai level 8.040,” jelasnya.
Sementara itu, kinerja pasar obligasi tertekan oleh tren kenaikan suku bunga sepanjang tahun 2022. Kurva imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia mengalami kenaikan di semua tenor, memberikan tantangan bagi kelas aset obligasi.
Untuk tahun 2023, Katarina melihat ada potensi perbaikan iklim pasar obligasi yang didukung oleh berkurangnya tekanan kenaikan suku global. Investor asing juga diprediksi akan kembali ke pasar obligasi Indonesia pada 2023 seiring dengan pulihnya selera investasi setelah tekanan kenaikan suku bunga dan penguatan dolar AS yang mereda.
Investor asing juga tercatat mulai kembali masuk ke pasar obligasi Indonesia pada akhir tahun ini, setelah sepanjang tahun terus mencatat jual bersih.
Pada tahun 2023 Manulife memperkirakan imbal hasil obligasi pemerintah seri 10 tahun akan berada di kisaran 6,50 persen - 6,75 persen.
Katarina menambahkan volatilitas pasar diprediksi masih tetap tinggi pada 2023 karena pasar masih terus memperhatikan arah kebijakan suku bunga. Pelaku pasar juga akan mencermati seberapa dalam pelemahan ekonomi yang dapat terjadi pada tahun depan.
Oleh karena itu, Manulife menyarankan investor untuk melakukan diversifikasi investasi dengan memiliki eksposur di aset yang dapat menawarkan potensi pertumbuhan tinggi seperti saham dan juga aset yang menawarkan stabilitas seperti obligasi.
“Diversifikasi menurunkan risiko volatilitas dan memberi fleksibilitas bagi investor untuk stay invested di pasar namun tetap dapat memanfaatkan peluang ketika terjadi volatilitas pasar,” pungkasnya.