Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang Rupiah kembali dibuka melemah pada pembukaan perdagangan Rabu (21/12/2022) dihadapan dolar AS. Sementara itu Indeks dolar terpantau menguat 0,10 persen ke posisi 103,69.
Berdasarkan data Bloomberg, Rupiah dibuka melemah 1,5 poin atau 0,01 persen ke posisi Rp15.604 pada Rabu (21/12/2022) setelah di hari sebelumnya ditutup melemah 0,04 persen ke posisi Rp15.602.
Sejumlah mata uang asing di kawasan Asia Pasifik juga dibuka bervariasi, diantaranya Yen Jepang melemah 0,28 persen, Won Korea menguat 0,37 persen dan Rupee India melemah 0,06 persen. Kemudian Yuan China terpantau melemah 0,03 persen, Bath Thailand melemah 0,16 persen dan Ringgit Malaysia menguat 0,25 persen.
Sebelumnya Ibrahim Assuaibi Direktur Laba Forexindo Berjangka memproyeksikan mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.590 - Rp15.650 per dolar AS.
Ibrahim juga menjelaskan bahwa faktor rupiah dari sisi eksternal yaitu Bank of Japan mengatakan akan meninjau kembali kebijakan kontrol kurva imbal hasil dan memperluas rentang perdagangan untuk imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun dalam perubahan yang tidak terduga.
"Federal Reserve yang hawkish dan meningkatnya ketegangan geopolitik, telah berada di bawah tekanan dalam beberapa pekan terakhir karena investor bertaruh bahwa bank sentral mungkin memiliki ruang terbatas untuk mempertahankan suku bunga melawan inflasi yang semakin naik," katanya dalam riset harian, dikutip Rabu (21/12/2022).
Baca Juga
Pekan lalu, Ketua Jerome Powell mengatakan The Fed akan memberikan lebih banyak kenaikan suku bunga tahun depan meskipun ada kemungkinan resesi AS, dengan suku bunga diperkirakan akan mencapai puncaknya di atas 5 persen.
Selanjutnya, dari sisi internal, Pemerintah perlu menurunkan tingkat inflasi sesegera mungkin, terutama pada bulan Desemeber 2022 dan Januari 2023, khususnya untuk mengantisipasi harga barang yang bergejolak agar Bank Indonesia tidak perlu terlalu agresif untuk menaikan suku bunga acuan.
"Kondisi inflasi Indonesia pada saat ini cenderung mengalami normalisasi. Inflasi pada akhir 2023 diperkirakan berada di bawah 4 persen. Oleh karena itu, dari sisi inflasi, diperkirakan pada akhir 2023 mendatang akan berada pada kisaran 3,0-3,5 persen," lanjutnya.
Ketika pemerintah mampu menahan inflasi, BI juga akan mempertahankan suku bunga acuan. Namun, ketika kenaikan harga tidak terbendung, BI diprediksi akan menaikkan suku bunga acuan menjadi 6 persen pada 2023.
Meski demikian, proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2023 mencapai 5,3 persen. Dengan pertimbangan berbagai risiko global dan domestik, pemerintah optimistis dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,2 persen tahun 2022 dan sebesar 5,3 persen di tahun 2023.