Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Gagal Happy Weekend, Investor Lari dari Risiko

Dow Jones Industrial Average mencatat penurunan mingguan terburuk sejak September 2022.
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat di Wall Street, New York berakhir di zona merah pada perdagangan Jumat (9/12/2022) waktu setempat karena kekhawatiran resesi muncul kembali dan inflasi yang lebih panas dari perkiraan.

Berdasarkan data Bloomberg, Sabtu (10/12/2022), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 0,90 persen atau 305,02 poin ke 33.476,46, S&P 500 melemah 0,73 persen atau 29,13 poin ke 3.934,38, dan Nasdaq tergelincir 0,70 persen atau 77,39 poin ke 11.004,62.

Penurunan menjelang akhir perdagangan menggeser ketenangan yang terjadi di sebagian besar sesi perdagangan. Dow Jones Industrial Average mencatat penurunan mingguan terburuk sejak September 2022. Imbal hasi obligasi pemerintah AS naik, mendekati 3,6 persen.

Menjelang pertemuan The Fed, perhatian pasar akan tertuju pada data inflasi konsumen yang dirilis Selasa pekan depan. Inflasi diperkirakan menunjukkan harga, yang meski terlalu tinggi, namun dapat melambat. Pejabat Federal Reserve termasuk Ketua The Fed Jerome Powell telah mengindikasikan penurunan suku bunga, tetapi menekankan biaya pinjaman perlu tetap terbatas untuk beberapa waktu sebagai upaya mengalahkan inflasi.

“Intinya The Fed telah menerima fakta bahwa mereka kemungkinan mempertaruhkan resesi, untuk menahan inflasi jangka panjang. Pekerjaan belum selesai. Kenaikan suku bunga kemungkinan dapat melambat hingga 50 bp, tetapi kami masih melihat pengetatan kebijakan [dan tetap ketat] pada 2023,” kata Don Rissmiller dari Strategas.

Sementara itu, menurut Cliff Hodge di Cornerstone Wealth, kondisi keuangan telah mereda secara dramatis sejak rilis harga konsumen Oktober, sehingga The Fed kemungkinan akan menggunakan pertemuan Desember untuk mengembalikan suku bunga.

“Kami pikir pasar terlalu optimistis pada suku bunga setelah kuartal pertama, dan kami memperkirakan Powell akan mengambil nada yang lebih hawkish dan titik-titik tersebut menunjukkan suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama daripada yang saat ini dihargai oleh pasar berjangka,” kata Hodge.

The Fed akan mempertahankan suku bunga pada puncaknya sepanjang tahun 2023, mematahkan harapan pasar untuk penurunan suku bunga pada paruh kedua, menurut ekonom yang disurvei oleh Bloomberg.

Proyeksi median Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) diharapkan menunjukkan suku bunga memuncak pada 4,9 persen di 2023, mencerminkan kisaran target 4,75 persen - 5 persen , dibandingkan dengan 4,6 persen yang terlihat pada September. Hal tersebut akan memberikan kejutan hawkish kepada investor, yang saat ini bertaruh suku bunga akan dipangkas setengah poin persentase pada paruh kedua tahun depan, meskipun mereka juga melihat suku bunga memuncak sekitar 4,9 persen. Kisaran saat ini adalah antara 3,75 persen dan 4 persen.

Menurut ahli strategi Bank of America Corp., saat banyak investor tidak sabar menunggu The Fed untuk memberikan kenaikan suku bunga terakhirnya, sejarah menunjukkan The Fed harus berhati-hati melakukannya ketika inflasi masih tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Farid Firdaus
Editor : Farid Firdaus
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper