Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom memperkirakan nilai tukar rupiah tidak akan anjlok terlalu dalam hingga menembus Rp16.000 di tengah potensi resesi global tahun depan.
Senior Economist Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 kemungkinan tidak setinggi paa 2022 karena adanya resesi global dan adanya kebijakan moneter yang ketat.
“Ekonomi masih akan ditopang oleh mobilitas masyarakat menjelang Ramadan dan Lebaran. Lalu siklus menjelang pemilu juga meningkatkan aktivitas konsumsi masyarakat,” jelasnya dalam konferensi pers Market Outlook 2023 Mirae Asset Sekuritas, Selasa (6/12/2022).
Rully memproyeksikan nilai tukar rupiah sekarang masih relatif fluktuatif, bergantung pada kenaikan suku bunga AS.
“Dengan asumsi kenaikan suku bunga masih di 5 persen, kita perkirakan tidak akan menembus Rp16.000, puncaknya rupiah akan berada di Rp15.500-Rp15.700. Bahkan tahun depan bisa menguat ke sekitar Rp15.235,” kata Rully.
Dia juga menyebutkan bahwa pelemahan rupiah bukan karena kondisi ekonomi Indonesia yang tidak bagus.
Baca Juga
“BI masih akan menaikkan suku bunga seitar 25 bps sampai Desember dana akan berlanjut pada semester I/2023 sampai 6 persen. Yang biasanya melakukan stabilisasi kan BI, tapi memang ke depan volatilitas masih tetap tinggi sampai dengan semester I/2023,” ungkapnya.
Hal yang bisa dilakukan BI antara lain melakukan intervensi secara terukur, kalau pelemahannya signifikan akan dijaga, misalnya ketika mendekati Rp16.000, BI pasti akan melakukan intervensi dan mengeluarkan kebijakan stabilisasi.
BI juga harus menjaga selisih suku bunga dengan AS. Jika suku bunga The Fed masih naik, BI juga harus menjaga agar tidak ada foreign capital outflow yang terlalu besar.